Penulis :
Ahmad Basri
Ketua : K3PP Tubaba
Tulang Bawang Barat | Prokontra.news |- Gemuruh suara menuntut pengukuran ulang tanah Hak Guna Usaha (HGU) milik Sugar Group Companies (SGC) kian mengeras. Tuntutan ini patut diapresiasi karena mencerminkan keresahan yang nyata di tengah masyarakat. Sebab hingga kini tidak ada bukti otentik yang transparan terkait berapa sebenarnya luas lahan HGU SGC.
Bahkan banyak pihak menduga bahwa sejumlah tanah milik masyarakat telah terkooptasi secara sepihak oleh korporasi raksasa tersebut. Tentu pemegang kewenangan utama untuk melakukan pengukuran ulang ini adalah negara, dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Persoalan menjadi rumit ketika kepentingan politik dan ekonomi ikut bermain sehingga keinginan rakyat seolah-olah tak kunjung memperoleh panggung untuk disuarakan.
Apa yang menarik tuntutan untuk mengukur ulang tanah HGU SGC justru semakin menguat pada masa pemerintahan Gubernur Lampung saat ini, Rahmat Mirzani Djausal (RMD). Suara rakyat yang selama ini dibungkam kini mulai mendapatkan ruang.
Disisi lain beberapa kelompok justru menolak ide ukur ulang ini dengan alasan klasik bahwa dapat mengganggu stabilitas produksi gula nasional dan mengancam nasib ribuan tenaga kerja yang menggantungkan hidupnya pada SGC.
Tapi alasan tersebut terasa sangat prematur bahkan cenderung menyesatkan jika tak dibarengi dengan transparansi data yang akurat dan jelas. Dan paling mencolok dalam dinamika ini adalah fakta bahwa Gubernur RMD tampaknya tidak memiliki afiliasi politik maupun ekonomi dengan SGC. Pesan itu setidaknya yang tertangkap di tengah publik.
Hal ini tentunya membedakannya dengan para gubernur sebelumnya yang dalam persepsi publik dianggap orang " dekat " jika tidak mau disebut berada di bawah bayang - bayang kepentingan SGC. Keberadaan mereka sebagai gubernur “ dipersepsikan” apalagi kalau bukan untuk melindungi.
Selama era pemerintahan sebelum RMD, suara-suara yang meminta keadilan pengukuran ulang tanah HGU hanya menjadi gema yang tak pernah direspon. Pemerintah Provinsi cenderung pasif bahkan terkesan menutup telinga terhadap suara masyarakat yang kritis terhadap dominasi SGC di wilayah Lampung.
Kini dengan kepemimpinan yang baru “RMD” lebih terbuka terhadap aspirasi rakyat dan harapan terhadap keadilan agraria kembali mengemuka. Jika RMD benar-benar konsisten menjaga jarak dari SGC maka inilah momen bersejarah untuk memperbaiki tata kelola pertanahan di Lampung secara lebih transparan dan berpihak kepada rakyat.
Tuntutan pengukuran ulang HGU SGC bukan semata-mata soal ukuran lahan, tapi soal keadilan, kedaulatan, dan hak hidup masyarakat. Jangan sampai negara terus -menerus kalah oleh kuasa modal. Dan RMD jika berpihak pada rakyat wajib mengawal proses ini dengan penuh integritas. (Red)
.