Breaking news

Tampilkan postingan dengan label Tulang Bawang Barat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tulang Bawang Barat. Tampilkan semua postingan

Selasa, 10 Juni 2025

Juni 10, 2025

Pemasangan Portal Jalan di Tubaba : Dimana Landasan Hukumnya ?

Penulis : 

Ahmad Basri 

Ketua : K3PP Tubaba 


Tulang Bawang Barat | Prokontra.news | - Pemasangan portal di sejumlah jalan kabupaten di Tulang Bawang Barat (Tubaba) perlu dipertanyakan. Apa dasar hukumnya ? Apakah sudah ada Peraturan Daerah (Perda) yang secara khusus mengatur soal pemasangan portal di jalan kabupaten ? Hal ini pernah menimbulkan polemik beberapa bulan lalu.


Dalam pemahaman penulis belum ada Perda yang secara khusus mengatur pemasangan portal jalan kabupaten di Tubaba. Jika demikian maka tindakan pemasangan portal tanpa dasar hukum yang jelas bisa dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran kewenangan.


Perlu diingat bahwa Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) bukanlah instansi yang memiliki kewenangan untuk memasang portal di jalan raya. Pemasangan rambu lalu lintas, pembatas jalan, atau portal secara spesifik berada di bawah kewenangan Dinas Perhubungan karena berkaitan langsung dengan manajemen lalu lintas dan keselamatan pengguna jalan.


Walaupun Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan. Harus diingat UU tersebut masih bersifat umum dan tidak secara spesifik mengatur teknis dan wewenang pemasangan portal dan apalagi di level jalan kabupaten.


Yang lebih memprihatinkan adalah ketika kepala tiyuh (kepala desa) memasang portal di jalan kabupaten dan bahkan menggunakan dana desa untuk membiayainya. Ini merupakan tindakan diluar kewenangan dan bisa berbuntut pada pelanggaran hukum khususnya dalam hal penggunaan anggaran desa yang tidak sesuai peruntukan.


Kepala tiyuh hanya bisa memasang portal jika itu berada di jalan desa dan sudah ada Peraturan Desa (Perdes) yang mengaturnya. Untuk jalan kabupaten, keputusan tersebut harus diambil oleh pihak yang berwenang dan dilandasi oleh regulasi yang jelas dan sah.


Fungsi legislasi berada di tangan DPRD bersama eksekutif. Artinya, jika benar-benar dibutuhkan pengaturan soal pemasangan portal maka solusinya bukan tindakan sewenang-wenang, melainkan mendorong lahirnya Perda sebagai dasar hukum yang sah.


Tanpa itu semua segala bentuk pemasangan portal di ruang publik, apalagi jalan kabupaten berpotensi melanggar hukum dan mencederai prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. 


Penulis berharap DPRD bersama Pemerintah bisa segera melahirkan perda secepatnya tentang pemasangan portal jalan kabupaten. Jika tidak ada perda jangan salahkan jika ada portal jalan yang akhirnya diprotes warga atau dirubuhkan. 


Perlu diingat jangan menegakan peraturan tapi melanggar aturan. (Red)

Senin, 09 Juni 2025

Juni 09, 2025

Kebakaran Rumah Atau Disengaja : Hukum Pidana Menanti



Penulis : 

Ahmad Basri 

Ketua : K3PP Tubaba 


Tulang Bawang Barat | Prokontra.news | - Musibah seharusnya menjadi momen empati dan solidaritas bukan panggung drama kebohongan. Beberapa waktu lalu warga Tiyuh Gunung Katun Tanjungan, Kecamatan Tulang Bawang Udik, Tulang Bawang Barat (Tubaba), dikejutkan oleh peristiwa kebakaran rumah milik Eko Sahri alias Bandarsyah.


Dalam suasana duka itu, Pemerintah Kabupaten melalui Bupati dan Baznas serta Dinas Perkimta pun turun tangan memberikan bantuan, menunjukkan kepedulian terhadap warganya. Namun kini menguap ke permukaan apakah kebakaran itu benar-benar musibah atau skenario yang disengaja ?


Sejumlah media yang turun melakukan investigasi mengungkap dugaan yang mencengangkan. Kebakaran tersebut bukan karena korsleting listrik sebagaimana klaim awal, tetapi diduga sengaja dibakar oleh pemilik rumah sendiri. Lalu motifnya apa ? Kabarnya berkaitan dengan konflik internal dalam keluarga.


Jika dugaan ini benar maka persoalannya tidak lagi sederhana. Ini bukan hanya soal rumah terbakar, tetapi soal kebohongan yang membakar kepercayaan publik. Sebab dalam kebohongan itu, ada uang negara, ada kepercayaan dari pejabat publik, dan ada empati masyarakat yang diselewengkan.


Kebohongan kepada negara atau pejabat publik untuk mendapatkan keuntungan keuangan bisa masuk dalam ranah pidana.


Pasal 378 KUHP tentang penipuan jelas mengatur: “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu, martabat palsu, tipu muslihat, atau rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu, memberikan hutang ataupun menghapuskan piutang, dihukum karena penipuan dengan hukuman penjara selama - lamanya empat tahun.”


Pasal ini adalah delik biasa. Artinya, penyelidikan bisa berjalan tanpa perlu adanya laporan korban. Dan dalam kasus ini korban bisa dikatakan adalah institusi negara itu sendiri yakni Bupati, Baznas, dan secara luas tentunya publik.


Sudah sepatutnya polisi menjadikan pemberitaan media ini sebagai bahan awal untuk penyelidikan. Klarifikasi, pengumpulan bukti, hingga pemanggilan saksi sangat layak dilakukan untuk memastikan tidak ada penyimpangan hukum. Sebab kasus ini bukan sekadar perkara pribadi. Sudah menjadi konsumsi publik dan menyulut kegaduhan di tengah masyarakat.


Kita tentu berharap bahwa dugaan itu tidak benar. Namun jika terbukti, maka keadilan harus ditegakkan. Negara tidak boleh kalah oleh kebohongan, apalagi oleh skenario murahan yang mengorbankan solidaritas dan empati sosial. 


Jangan sampai rumah yang terbakar itu justru menjadi simbol bahwa yang benar dikubur, yang palsu diberi panggung. (Red)

Minggu, 08 Juni 2025

Juni 08, 2025

SMK Muhammadiyah Tumijajar : Membangun Manusia Unggul di Tubaba

 


Penulis : 

Ahmad Basri

- Komite Sekolah SMK Muhammadiyah Tumijajar Tubaba 

- Ketua : K3PP Tubaba


Tulang Bawang Barat | Prokontra.news | - Setiap tahun khususnya di bulan Juni hingga Juli menjadi momen sibuk bagi para orang tua. Masa ini adalah periode krusial dalam dunia pendidikan karena dibukanya pendaftaran peserta didik baru untuk semua jenjang baik dari SD, SMP, hingga SMA/SMK baik negeri maupun swasta.


Di tengah dinamika itu satu hal tetap menjadi keyakinan mendasar bahwa pendidikan adalah investasi jangka panjang yang tak tergantikan. Masa depan anak-anak tak dibangun di atas warisan materi, melainkan pada fondasi ilmu pengetahuan dan keterampilan hidup. Ini yang harus dicatat dan diberi garis besar dengan tinta merah.


Sejak putusan Mahkamah Konstitusi ( MK) yang menegaskan kebijakan pendidikan gratis untuk jenjang SD dan SMP baik negeri maupun swasta maka wajah pendidikan Indonesia mulai berbenah. Namun demikian sekolah swasta masih diberikan ruang melalui “diskresi” untuk menerima sumbangan dari orang tua dan tentunya dalam koridor pengawasan dan akuntabilitas.


Di sisi lain kebijakan Pemerintah Provinsi Lampung melalui Gubernur “RMD” yang melarang komite sekolah SMA/SMK negeri menarik pungutan dalam bentuk apapun menjadi langkah strategis dan populis. Semua biaya pendidikan akan dicover oleh APBD Provinsi.


Kebijakan ini tentunya bagi banyak orang tua khususnya yang secara ekonomi tergolong rentan adalah angin segar. Tapi bagaimana dengan sekolah swasta yang berkualitas namun tidak tersentuh anggaran negara ? Mungkin hanya sebatas dana BOS. Tapi memang jada juga sekolah swasta ‘ unggul ‘menolak dana BOSS.


Di Kabupaten Tulang Bawang Barat ( Tubaba ) terdapat satu lembaga pendidikan swasta yang sejak lama menanamkan reputasi dan integritasnya di tengah masyarakat yakni SMK Muhammadiyah Tumijajar.Terletak di Kecamatan Tumijajar.


Meski bukan berada di jalur utama atau pusat kota nama sekolah ini telah dikenal luas masyarakat. SMK Muhammadiyah Tumijajar tidak sekadar dikenal sebagai "sekolah swasta" tetapi sebagai simbol pencetak generasi unggul berbasis keterampilan dan keahlian hidup.


SMK Muhammadiyah Tumijajar bukan hanya berprestasi di tingkat lokal atau provinsi tetapi juga memiliki rekognisi di tingkat nasional sebagai salah satu SMK terbaik di lingkungan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM). Ini bukan sekadar klaim tetapi hasil dari kerja keras, dedikasi para guru, komite, serta kepercayaan masyarakat yang terus tumbuh dari tahun ke tahun.


Apa yang membuat SMK ini istimewa ? Bukan semata-mata megahnya bangunan atau fasilitas melainkan etos pendidikan berbasis keterampilan nyata. Tak hanya memiliki jurusan otomotif yang solid, sekolah ini juga mengembangkan berbagai program keahlian lainnya untuk menjawab tantangan dunia kerja dan industri.


Salah satu bentuk kepercayaan nyata datang dari PT Tiga Berlian Motors (Fuso), yang menghibahkan satu unit kendaraan besar sebagai alat praktik siswa. Ini bukan hal sepele. Dalam dunia vokasi, keterhubungan dengan industri menjadi kunci utama keberhasilan. Hibah itu membuktikan bahwa industri telah melihat SMK Muhammadiyah Tumijajar sebagai mitra strategis dalam mencetak tenaga kerja terampil.


SMK Muhammadiyah Tumijajar bukan sekolah negeri. Masuk ke sekolah ini tentu membutuhkan biaya pendidikan yang tidak disubsidi penuh oleh negara. Namun, bagi banyak orang tua yang memilih menyekolahkan anak-anaknya di sini, biaya itu bukanlah beban, melainkan bagian dari perjuangan membangun masa depan.


Lulusan SMK Muhammadiyah Tumijajar tidak sekadar memperoleh ijazah, melainkan dibekali kompetensi dan daya saing yang dibutuhkan oleh dunia usaha dan dunia industri (DUDI). Mereka dipersiapkan menjadi pribadi mandiri, bahkan entrepreneur muda yang siap membuka peluang kerja, bukan hanya mencari pekerjaan.


Dalam konteks pembangunan daerah, kehadiran SMK Muhammadiyah Tumijajar memberikan kontribusi konkret dalam mencetak manusia unggul. Ini merupakan satu elemen vital yang tak selalu bisa diukur hanya dengan infrastruktur fisik. Keunggulan sumber daya manusia adalah pilar utama kemajuan. Di sinilah peran sekolah seperti SMK Muhammadiyah menjadi sangat strategis.


Meski telah mengharumkan nama Kabupaten Tulang Bawang Barat melalui prestasi dan rekognisi nasional, dukungan dari Pemerintah Daerah terhadap SMK Muhammadiyah Tumijajar masih sangat minim. Bahkan bisa dikatakan berada pada taraf memprihatinkan. Tidak ada insentif khusus, tidak ada bantuan infrastruktur atau operasional yang signifikan.


Namun bagi Muhammadiyah kurangnya dukungan bukanlah alasan untuk berhenti berkarya. Semangat kemandirian dan prinsip " berbuat baik tanpa harus dilihat " menjadi prinsip utama dalam gerak langkahnya. SMK Muhammadiyah Tumijajar adalah bukti nyata bahwa dengan keikhlasan, manajemen yang transparan, serta orientasi mutu sekolah swasta pun mampu menjadi institusi pendidikan unggulan.


Harus diingat bahwa pendidikan kejuruan bukan sekadar alternatif dari pendidikan akademik. Di era disrupsi dan transformasi digital pendidikan vokasi justru menjadi ujung tombak dalam menyiapkan SDM produktif yang adaptif, kreatif, dan siap bersaing. Maka dukungan terhadap sekolah seperti SMK Muhammadiyah Tumijajar seharusnya menjadi bagian dari prioritas pembangunan daerah.


Tidak hanya dengan pujian seremonial, tetapi melalui kebijakan afirmatif, bantuan riil, serta integrasi dengan program pelatihan dan industri lokal. Karena di balik tembok sekolah yang berada di pinggiran itu sedang dibentuk masa depan Tulang Bawang Barat yang sesungguhnya yakni manusia unggul yang berdaya saing dan berakhlak mulia. (Red)

Sabtu, 07 Juni 2025

Juni 07, 2025

Diduga Kebakaran Rumah Unsur Disengaja Akibat Cekcok Rumah Tangga

 


Tulang Bawang Barat | Prokontra.news| - Peristiwa 
Kebakaran yang menghanguskan rumah milik Eko Sahri / Bandarsah warga di Tiyuh Gunung Katun Tanjungan, Suku 8, Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba), Provinsi Lampung, masih menyisakan tanda tanya besar, meski dalam laporan resmi disebut akibat korsleting listrik, akan tetapi berdasarkan informasi yang dihimpun awak media dari sejumlah warga, bahwa kuat dugaan rumah tersebut dibakar oleh pemiliknya sendiri. (7/06/2025).


Peristiwa yang terjadi kebakaran tersebut pada malam hari usai Magrib, dan itu segera menarik perhatian pemerintah setempat, hingga bantuan pun langsung digelontorkan dari berbagai sumber yaitu Dana Desa (DD), Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkimta) Tubaba lalu  bantuan tersebut diserahkan langsung oleh Bupati Tubaba disaksikan oleh pejabat pemkab setempat.


Namun, beredar informasi serius di masyarakat kuat dugaan kebakaran rumah tersebut, dari seorang warga yang identitasnya dirahasiakan, mengatakan, sebelum rumah terbakar itu telah terjadi keributan dalam rumah tangga, ucapnya.


 " Awalnya cekcok keluarga, lalu, mungkin karena emosi, lalu dia beli bensin 3 liter dan menyiramkan ke rumahnya kemudian dibakar oleh sendiri di depan saksi mata, akan tetapi dalam laporan kejadian kebakaran rumah disebut korsleting, kalau ingin ditelusuri fakta kejadian sebenarnya ".


Selain itu, warga yang lain juga menyuarakan keheranan terhadap pemberian bantuan kebakaran rumah tersebut, padahal dalam kasus kebakaran itu diduga mengandung unsur kesengajaan.


" Motif yang dilaporkan adalah korsleting listrik, padahal katanya sengaja dibakar, dia beli bensin di tempat Dulung, dan banyak yang menutup - nutupi hal tersebut, agar  rumahnya dibangun lagi pakai uang negara, saya sangat heran ".


Diketahui rincian bantuan mencapai Rp 24 Juta, saat dikonfirmasi, Kepalo Tiyuh Gunung Katun, Laili, membenarkan bahwa bantuan memang telah disalurkan dengan total nilainya sebesar Rp 24 juta, terangnya.


Selanjutnya, dari Tiyuh kami berikan Rp 7 juta rupiah dari dana tak terduga (3% sumbernya Dana Desa), kemudian dari BAZNAS Tubaba Rp 4 juta rupiah, dan dari Dinas Perkimta Tubaba Rp 20 juta yang kemudian dari bantuan Dinas Perkimta tersebut sebesar Rp 7 juta rupiah dibelikan kambing sedang sisanya diberikan uang tunai," terang Kepalo Laili.


Hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak kepolisian maupun tenaga ahli listrik yang mengonfirmasi penyebab pasti kebakaran sebab belum ada penetapan secara resmi penyebab kebakaran rumah tersebut akibat korsleting listrik karna belum didukung bukti teknis yang sahih.


Tentu situasi ini menjadi menimbulkan pertanyaan besar publik, mengenai akurasi pelaporan dan kriteria penyaluran bantuan dan Jika faktanya benar kebakaran rumah tersebut disengaja, maka bantuan negara seharusnya tidak serta - merta diberikan begitu saja.


Masyarakat berharap agar polemik ini segera diklarifikasi oleh pihak berwenang untuk menjaga kepercayaan publik dan integritas kebijakan sosial pemerintah.


Pengirim berita : (Robensyah)

Jumat, 06 Juni 2025

Juni 06, 2025

DPRD Tubaba - Ada dan Tiada : Suara Kritis Yang Hilang

Penulis. : 

Ahmad Basri 

Ketua : K3PP Tubaba


Tulang Bawang Barat | Prokontra.news |- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tulang Bawang Barat (Tubaba) hari ini menghadapi krisis legitimasi. Bukan karena isu kudeta politik “ mosi tidak percaya “ ketua dewan atau skandal besar lainnya tetapi karena ketiadaan fungsi yang nyata.


Wakil rakyat hadir secara administratif tetapi absen secara fungsional. Dalam bahasa rakyat keberadaan DPRD hanya “ ada seperti ada ” ada gedung, ada gaji, ada fasilitas tapi nyaris tak terasa dampaknya bagi kehidupan masyarakat. Inilah yang dirasakan.


Di tengah berbagai persoalan pembangunan yang menuntut pengawasan serius seperti proyek - proyek mangkrak, pasar semi-modern yang justru merugikan pedagang, praktik penunjukan pejabat yang tidak sesuai prosedur, atau dugaan adanya ijazah palsu, DPRD Tubaba justru terkesan pasif dan diam. Seolah menghindar.


Hanya segelintir orang yang punya nyali bersuara kritis “ Yantoni “ setidaknya yang lebih mewarnai lainya mayoritas diam duduk manis. Inilah fenomena wakil rakyat yang sesungguhnya. Wajah wakil rakyat tubaba. Padahal ada 35 wakil rakyat di gedung dewan.


Padahal fungsi utama lembaga ini adalah mengawasi jalannya pemerintahan dan memastikan anggaran daerah berpihak pada kepentingan publik. Sayangnya fungsi pengawasan itu seperti ditiadakan. 


Minimnya sidang-sidang yang tajam absennya suara kritis terhadap kebijakan eksekutif yang bermasalah, dan nihilnya suara atas kegagalan program publik, memperlihatkan bahwa DPRD lebih sibuk menjaga kenyamanan politik daripada menjalankan mandat rakyat. Tidak tampak adanya pergulatan berpikir kritis saling beradu argumentatif  baik sesama anggota dewan maupun dengan legislatif.


Lebih parah lagi DPRD seolah kehilangan ruh hubungan dengan konstituennya. Aspirasi rakyat tidak lagi menjadi dasar sikap dan pijakan politik melainkan seringkali diabaikan begitu saja. Tidak banyak forum dengar pendapat, tak ada transparansi laporan kerja, dan tidak jelas sejauh mana anggota dewan benar-benar turun ke wilayah pemilihnya. 


Kegiatan  Dinas Luar ( DL ) misalkan hanya menjadi aktivitas seremonial yang tidak menambah vitamin semangat kemajuan " wawasan " dan cenderung hanya kegiatan tamasya. 


Kondisi ini berbahaya. Ketika DPRD gagal menjalankan fungsi kontrol maka ruang kosong itu bisa diisi oleh praktik-praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Tanpa kritik yang sehat dan pengawasan ketat pemerintah daerah bisa melenggang bebas mengambil keputusan tanpa pertanggungjawaban.


Demokrasi lokal pun kehilangan giginya. Program efisiensi anggaran yang tidak melibatkan dewan adalah bukti nyata. Dewan seolah - olah keberadaannya ditiadakan. Sudah saatnya masyarakat Tubaba bertanya dengan lebih keras apa sesungguhnya yang dikerjakan oleh para wakil rakyat ini?


Untuk apa? mereka digaji dengan uang pajak rakyat jika fungsinya hanya sebagai pelengkap administrasi pemerintahan. Oleh karena itu anggota DPRD harus segera bangkit dari tidur panjangnya...!.


Mereka perlu sadar bahwa jabatan publik adalah amanah bukan kenyamanan. Mereka harus kembali ke lapangan, mendengar keluhan warga, bersikap dan bersuara kritis terhadap kebijakan eksekutif dan menjalankan fungsi penganggaran dengan transparan dan adil. (Red)

Juni 06, 2025

Mengekangi Aturan - Polemik PLT / PLH Ganda : Pemkab Tubaba

Penulis : 

Ahmad Basri 

Ketua : K3PP Tubaba


Tulang Bawang Barat |Prokontra.news| - Penunjukan Camat Lembu Kibang, M. Cheri Sopian, S.H., M.H., sebagai Pelaksana Tugas (PLT) sekaligus Pelaksana Harian (PLH) di Dinas Pendidikan oleh Bupati Tulang Bawang Barat (Tubaba), Novriwan Jaya, kini jadi sorotan publik dan menuai kritik keras dari legislatif.


Ketua Komisi I DPRD Tubaba, Yantoni tidak menahan ucapannya. Dengan tajam ia berkata: “ Hebat ! Pemerintah Daerah Tubaba bisa mengekangi aturan. Pernyataan ini bukan tanpa dasar. Dalam sistem birokrasi yang mestinya tunduk pada norma dan regulasi tindakan ini justru dinilai sebagai bentuk arogansi kekuasaan.


Yantoni menilai, apa yang dilakukan Bupati bukan sekadar penunjukan administratif tetapi indikasi penyalahgunaan wewenang dan pemutarbalikan prinsip meritokrasi dalam tata kelola ASN.


Pengertian tentang PLH / PLT hanya ditunjuk jika pejabat definitif berhalangan sementara. PLT ditunjuk jika jabatan kosong, dan harus setara atau lebih tinggi jabatan dan golongan. 


Penunjukan pejabat yang sama untuk dua posisi sekaligus (PLT dan PLH) adalah anomali administrasi. Golongan IV/b milik Cheri Sopian tidak otomatis memberi legitimasi teknis untuk menangani bidang pendidikan terutama jika ia tidak berasal dari struktur Dinas Pendidikan.


Regulasi yang menjadi acuan, seperti PP 11 Tahun 2017 dan Peraturan BKN No. 1 Tahun 2023 jelas melarang rangkap jabatan struktural kecuali kondisi tertentu dan harus ada izin resmi. Penunjukan ini berpotensi menjadi preseden buruk dalam manajemen kepegawaian.


Sulit menampik kecurigaan bahwa langkah ini menyimpan muatan kepentingan politis. Mengapa harus menunjuk seorang camat untuk mengisi jabatan di dinas teknis seperti pendidikan? Apakah tak ada pejabat lain yang lebih kompeten dan relevan di bidang pendidikan?


Jawaban - jawaban ini membuka ruang bagi publik untuk mencurigai adanya praktik loyalitas politik, nepotisme atau bahkan pembagian kekuasaan tak resmi yang bersembunyi di balik nama - nama jabatan


Dinas Pendidikan bukan sembarang institusi. Ia mengatur nasib generasi muda, arah kebijakan guru, dan pembiayaan pendidikan. Menempatkan pejabat non-teknis dengan rangkap jabatan berisiko. Melemahkan profesionalisme lembaga. Mengganggu ritme kerja dinas. Munculnya konflik loyalitas. Menurunnya mutu pelayanan publik


Menurut hemat penulis dan sekaligus Ketua K3PP Tubaba DPRD khususnya Komisi 1 harus bersikap. Pemanggilan Bupati secara resmi untuk klarifikasi. Hearing terbuka dengan BKD dan Inspektorat. Investigasi mendalam terhadap prosedur penunjukan. Dorongan pembatalan penunjukan jika terbukti menyalahi aturan.


Harus diingat bahwa pemerintahan daerah adalah panggung pengabdian, bukan ruang eksperimen politik atau dagang pengaruh apalagi dagang politik jabatan. Ketika jabatan diberikan bukan karena kompetensi, melainkan karena kedekatan, maka yang dikorbankan adalah rakyat.


Kini publik Tubaba menunggu Apakah Bupati berani mengoreksi kebijakannya? Atau akan terus membiarkan aturan “ dikangkangi ” seperti yang dikatakan Yantoni ? “ Hebat ! Pemda Tubaba bisa mengekangi aturan.” Sebuah ironi pahit dalam demokrasi lokal yang seharusnya sehat. (Red)

Kamis, 05 Juni 2025

Juni 05, 2025

Menjaga Marwah Pemilu : DKPP RI Harus Tegas Menyikapi Dugaan Money Politics di Tubaba

Penulis :

Ahmad Basri 

Ketua : K3PP Tubaba


Tulang Bawang Barat | Prokontra.news | - Dalam demokrasi yang sehat pemilu bukan sekadar kontestasi lima tahunan. Ia adalah instrumen kedaulatan rakyat, sarana sirkulasi kekuasaan yang sah, dan ujian atas integritas institusi penyelenggara. Maka ketika kepercayaan publik terhadap penyelenggara pemilu tercederai oleh dugaan pelanggaran etik apalagi yang menyentuh praktik money politics maka seluruh pilar demokrasi turut terguncang rusak.


Saya, sebagai warga negara sekaligus Ketua  K3PP Tubaba merasa berkewajiban untuk bersuara dan bertindak. Bukan demi kepentingan pribadi atau politik tertentu tetapi demi menjaga marwah pemilu sebagai lembaga kepercayaan publik. Dugaan keterlibatan tiga komisioner Bawaslu Tubaba dalam praktik politik uang “ Kasus Darmawan “ pada Pilkada 27 November 2024 bukan isu ringan. Ini menyentuh jantung etik demokrasi itu sendiri.


Sesuai Pasal 157 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, DKPP dibentuk sebagai lembaga penegak kode etik penyelenggara pemilu. Tugasnya bukan memeriksa hasil pemilu atau menghukum pidana pelanggar, melainkan memastikan bahwa KPU dan Bawaslu, sebagai penyelenggara, menjalankan tugasnya secara bermartabat, jujur, dan adil.


Pelaporan yang saya ajukan ke DKPP RI beberapa waktu lalu telah melalui proses administrasi / material yang sah, lengkap dengan bukti dan saksi yang relevan. Jalur etik melalui DKPP adalah langkah konstitusional terakhir untuk menuntut pertanggungjawaban moral dan etik dari para penyelenggara pemilu yang diduga menyalahgunakan mandat rakyat.


Apa yang disebut sebagai “money politics” dalam konteks Pilkada bukan sekadar pelanggaran hukum, melainkan penghinaan terhadap demokrasi. Ia mengubah pemilu dari arena adu gagasan menjadi transaksi kekuasaan. Ketika penyelenggara justru terlibat maka rusaklah pilar integritas itu dari dalam. Kepercayaan publik akan luruh dan pudar, partisipasi rakyat akan menurun, dan legitimasi pemimpin hasil pemilu menjadi cacat moral.


Di sinilah pentingnya DKPP bertindak tegas. Bukan hanya untuk memproses laporan ini secara objektif dan transparan, tapi juga mengirim pesan moral bahwa penyelenggara pemilu tidak kebal etik.  Masyarakat berhak menuntut standar tinggi terhadap penyelenggara sebab mereka adalah wasit demokrasi. Dan wasit yang berpihak adalah ancaman bagi seluruh permainan.


Saya siap memenuhi panggilan pada tanggal 13 Juni 2025 dari DKPP RI dan akan membawa seluruh barang bukti serta menghadirkan saksi-saksi untuk memperkuat dugaan pelanggaran etik tersebut. Namun saya pun sadar, wewenang ada di tangan majelis DKPP. Apakah laporan saya ini dinyatakan memenuhi syarat atau tidak, itu adalah keputusan hukum yang harus saya hormati.


Yang paling penting bagi saya bukanlah siapa yang menang atau kalah dalam kontestasi politik, melainkan siapa yang menjaga integritas prosesnya. Jika benar ada pelanggaran etik yang dilakukan oleh oknum Bawaslu Tubaba, maka DKPP harus berani bertindak. Jika tidak terbukti, maka DKPP juga harus memberikan penjelasan terang kepada publik.


Yang jelas, ketaatan pada prosedur hukum telah saya tempuh. Kini, kita semua menunggu apakah DKPP RI akan berdiri di sisi etika publik, atau justru membiarkan preseden buruk ini terus berulang di banyak tempat lainnya ?


Pemilu yang demokratis hanya mungkin tercipta bila semua aktor terutama penyelenggara—berkomitmen pada etika publik. DKPP bukan sekadar lembaga administratif, ia adalah benteng moral demokrasi. Jika tembok ini runtuh karena kompromi politik atau tekanan kekuasaan, maka jangan salahkan rakyat bila akhirnya muak pada demokrasi itu sendiri. (Red).

Selasa, 03 Juni 2025

Juni 03, 2025

Pasar Semi Moderen Pulung Kencana : Simbol Ambisi Atau Gagal Rekayasa Pembangunan?


Penulis :

Ahmad Basri 

Ketua : K3PP Tubaba


Tulang Bawang Barat | Prokontra.news |- Di penghujung masa jabatan Umar Ahmad sebagai Bupati Tulang Bawang Barat, dibangunlah sebuah mega proyek bernama Pasar Semi Moderen Pulung. Proyek mercusuar ini memakan biaya hampir Rp105 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) melalui skema pembiayaan multi-year dan pihak ketiga.


Sejak awal, proyek ini telah menimbulkan banyak tanda tanya, tidak hanya karena anggaran yang fantastis, tetapi juga karena proses pembangunan yang disinyalir menyimpang dari spesifikasi konstruksi yang seharusnya.


Pasar yang dulunya merupakan pusat aktivitas perdagangan tradisional masyarakat Pulung Kencana, dirombak menjadi bangunan dua lantai dengan desain yang disebut - sebut berarsitektur "setengah jadi" – dinding kusam tanpa cat, infrastruktur seadanya, dan minim perencanaan matang. Harapannya, pasar ini menjadi simbol kemajuan dan wajah baru ekonomi Tubaba. Namun realitas berkata lain.


Alih-alih menjadi pusat pergerakan ekonomi rakyat, Pasar Semi Moderen Pulung Kencana kini mangkrak, terbengkalai, bahkan bertransformasi menjadi ruang yang tidak sesuai dengan fungsi awalnya. Lantai dua yang awalnya disiapkan untuk pedagang kini kosong melompong, dan satu per satu pedagang lantai dasar pun mulai hengkang. Di malam hari, pasar ini justru menjadi tempat hiburan musik dan warung kopi, jauh dari esensi sebuah pasar rakyat.


Pemerintah daerah awalnya merancang pengelolaan pasar melalui konsep BLUD (Badan Layanan Umum Daerah), yang dalam teori memungkinkan pengelolaan pasar lebih fleksibel dan efisien seperti badan usaha. 


Namun dalam praktiknya, pengurus BLUD tersangkut kasus korupsi, dan sistem manajemen pasar pun mati sebelum berjalan. Tidak ada mekanisme pelayanan, tidak ada transparansi, dan tidak ada daya dorong ekonomi yang menjanjikan.


Bisa dikatakan, Pasar Semi Moderen Pulung Kencana adalah bayi prematur yang dipaksa lahir sebelum waktunya. Tidak ada riset pasar, tidak ada kajian ekonomi mikro daerah, dan tidak ada pertimbangan tentang daya beli masyarakat yang saat itu sedang terpukul krisis ekonomi. Proyek ini tampak lebih sebagai obsesi pembangunan daripada solusi untuk kebutuhan nyata warga Tubaba.


Tanggal 3 Juni 2025, dilangsungkan "soft opening" Papuke Foodcourt, sebuah inisiatif baru yang memanfaatkan lantai dua pasar untuk kegiatan kuliner berbasis UMKM. Gagasan ini tentu patut diapresiasi karena mencoba menghidupkan kembali denyut ekonomi lokal. Namun, pertanyaan besarnya adalah: apakah ini solusi struktural atau hanya tambal sulam kosmetik semata?


Jika UMKM dipaksa menempati ruang yang bukan diperuntukkan bagi mereka sejak awal, lalu bagaimana dengan pedagang pasar yang menjadi ruh utama tempat ini ? Alih fungsi secara sepihak ini justru memperlihatkan bahwa kebijakan pembangunan yang gagal kini ditutupi dengan narasi pemberdayaan ekonomi yang baru. Ada aroma rekayasa citra untuk menutupi kegagalan yang mendasar.


Penulis berpendapat bahwa lokasi strategis untuk pengembangan kuliner UMKM seharusnya ditempatkan di kawasan Islamic Center, yang lebih layak dari segi akses, tata ruang, hingga daya tarik publik. Pasar semi modern Pulung seharusnya dikembalikan pada fungsinya sebagai pusat perdagangan rakyat.


Pemerintahan baru di Tubaba punya pekerjaan rumah yang besar. Menghidupkan kembali pasar rakyat yang telah kehilangan ruhnya. Kembalikan para pedagang tradisional ke tempat ini, bukan malah mengalih fungsikan bangunan tanpa evaluasi menyeluruh. Jika tidak, kita hanya akan terus menyaksikan lahirnya kebijakan-kebijakan "malas berpikir", yang hanya memindahkan masalah tanpa menyentuh akar persoalan.


Pasar Semi Moderen Pulung Kencana bukan sekadar bangunan. Ia adalah simbol dari bagaimana kegagalan dalam perencanaan, ketiadaan partisipasi publik, dan arogansi dalam pembangunan bisa menjadi preseden buruk bagi masa depan daerah. (Red)

Minggu, 01 Juni 2025

Juni 01, 2025

Gaya Hidup Mewah Pejabat Publik : Kehancuran Moral dan Hukum

Penulis :

Ahmad Basri 

Ketua : K3PP Tubaba


Tulang Bawang Barat | Prokontra.news |- Di tengah masyarakat yang masih bergelut dengan ketimpangan sosial dan ekonomi, pamer gaya hidup mewah justru menjelma menjadi semacam budaya baru. Media sosial menjadi panggung paling efektif untuk “ bergaya “ rumah mewah, mobil mewah, tas bermerek, hingga liburan eksklusif.


Dulu, praktik ini umumnya hanya dilakukan kalangan selebritas, sebagai bagian dari dunia hiburan yang memang menuntut tampil gemerlap. Namun kini, panggung itu dibanjiri oleh mereka yang mengaku atau menjabat sebagai pejabat publik. Ironisnya, mereka yang benar-benar kaya raya seperti para konglomerat dunia justru cenderung tampil sederhana.


Konglomerat dunia seperti, Bill Gates, Warren Buffett, hingga Elon Musk dikenal luas dengan gaya hidup yang jauh dari glamor. Mereka lebih sibuk membangun dan menciptakan nilai tambah, daripada sekadar memamerkan hasil. Kekayaan mereka bisa dilacak dari jejak bisnis yang panjang dan terang. Mereka tak perlu mengumbar harta, karena dunia sudah mencatatnya. Dunia sudah mengakuinya.


Berbeda halnya dengan sebagian pejabat publik di negeri ini. Media sosial kini penuh dengan pamer kekayaan yang mencolok dari kalangan yang seharusnya menjadi pelayan rakyat. Dari pusat hingga ke daerah, dari kementerian hingga lembaga daerah, sejumlah oknum tampak begitu gemar memperlihatkan kemewahan hidup. Padahal, gaji dan tunjangan mereka telah diatur dan dicatat dalam sistem administrasi negara.


Maka tak pelak, publik pun bertanya dari mana sumber kekayaan itu? Pamer kemewahan yang dilakukan oleh pejabat publik bukan sekadar persoalan etika sosial, melainkan juga menjadi semacam penghinaan terbuka terhadap hukum dan rakyat.


Kasus di Kementerian Keuangan beberapa tahun lalu lalu menjadi bukti nyata bagaimana gaya hidup mewah bisa membuka borok besar tentang praktik korupsi yang sistemik dan terstruktur. Ketika seorang pejabat pajak bisa memiliki ratusan miliar rupiah yang tak sesuai dengan profil penghasilannya dan dengan bangga memamerkannya di media sosial, itu bukan sekadar show off.


Itu adalah bentuk arogansi kekuasaan, dan sinyal bahwa korupsi sudah merasa tak perlu lagi disembunyikan. Lebih tragis, kemewahan yang dipamerkan itu justru berasal dari uang haram, dari hasil perampokan uang rakyat. Ini bukan sekadar tindakan tidak etis, melainkan simbol penghinaan yang sangat dalam terhadap institusi hukum.


Ironisnya, hari ini, masyarakat menyaksikan bagaimana para penegak hukum kerap menjadi bagian dari permainan yang mereka seharusnya bubarkan. Penegakan hukum terhadap korupsi seolah mengalami amputasi moral. Tidak sedikit yang percaya bahwa sebagian lembaga hukum telah menjadi bagian dari jaringan kekuasaan gelap yang melindungi para pelaku korupsi.


Pamer harta kekayaan oleh pejabat publik adalah tanda pengkhianatan paling telanjang terhadap integritas negara. Mereka bukan hanya sedang memamerkan kemewahan, tetapi juga mempermalukan bangsa di hadapan rakyat yang hidup dalam kesulitan. Mereka sedang menyampaikan pesan buruk bahwa keadilan sosial tinggal slogan kosong dan hukum hanya milik mereka yang punya uang.


Pamer gaya hidup mewah oleh pejabat publik bukanlah persoalan sepele. Itu adalah tindakan simbolik yang memuat pesan: “Kami tidak takut hukum.” Dan justru di situlah letak persoalan terbesar bangsa ini. Ketika hukum kehilangan taringnya, dan rasa malu tak lagi ada, maka bangsa ini berada dalam bahaya besar. Kehancuran moral dan hukum. (Red)

Juni 01, 2025

Pancasila Ideologi Berpikir Bukan Ideologi Ketakutan


Penulis :

Ahmad Basri

Ketua : Ketua K3PP Tubaba


Tulang Bawang Barat | Prokontra.news |- Apa itu ideologi ? Dalam pengertian keilmuan, ideologi adalah konsep rasional, dapat dikaji, dipelajari, dikritisi. Bukan doktrin mistik. Bukan khayalan fatamorgana. Ideologi adalah jiwa yang bisa hidup atau mati, tergantung bagaimana kita merawatnya.


Ideologi Pancasila sejatinya  memuat harapan dan cita-cita. Ia tidak boleh membeku dalam kitab suci kekuasaan. Ia harus bisa tumbuh, berdarah, merasakan denyut masyarakat yang diwakilinya. Tanpa itu ia hanya akan menjadi tugu sunyi: indah dalam pidato, kosong dalam kenyataan.


Sejarah dunia penuh dengan bermacam ideologi. Ada nasionalisme, liberalisme, sosialisme, komunisme, fasisme, feminisme, hingga anarkisme. Banyak diantaranya lahir dari luka sosial dan janji perubahan. Tapi tak semua berhasil. 


Fasisme dan komunisme, misalnya, runtuh bukan karena kekuatan senjata lawan tapi karena gagal menjawab kerinduan manusia akan keadilan dan kebebasan. Mereka berubah menjadi ideologi teror ideologi ketakutan yang mengatur sampai isi pikiran rakyatnya.


Di negeri ini kita punya Pancasila. Setiap tanggal 1 Juni kita memperingati “ Hari Lahirnya Pancasila”. Pancasila bukan keris pusaka yang hanya diangkat saat upacara. Bukan jimat yang disimpan dalam peti sejarah. Pancasila harus hadir dalam nafas kehidupan masyarakat.


Tapi hari ini, seringkali Pancasila diperlakukan seperti dogma tertutup. Siapa yang berbeda tafsir dianggap sesat. Siapa yang mengkritik dituduh anti-NKRI. Maka lahirlah jargon-jargon " Paling Nasionalis" " Paling Pancasilais"  yang tak lebih dari klaim kuasa atas tafsir ideologi. Pancasila jadi alat penghakiman bukan ruang percakapan bukan ruang dialog kebebasan berpikir.


Padahal Pancasila seharusnya menjadi ideologi berpikir. Pancasila hidup karena bisa dipikirkan, diuji, bahkan dikritik. Rakyat harus punya hak bertanya apakah benar nilai " kemanusiaan yang adil dan beradab " telah nyata? Apakah " keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia " hanya sekadar kalimat indah dalam buku teks?


Jika yang miskin tetap digusur atas nama pembangunan. Jika suara rakyat ditindas demi atas nama stabilitas lalu dimana Pancasila kita letakkan? Jika yang kaya makin berkuasa dan yang lemah semakin terpinggirkan bukankah kita sedang menjauh dari ruh ideologi itu sendiri.


Sebagaimana pesan Rhoma Irama dalam baitnya: " Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin..." Jangan sampai ini menjadi potret utuh bangsa yang katanya berideologi Pancasila.


Jangan biarkan Pancasila jadi mitos agung yang tak bisa disentuh. Jangan biarkan Pancasila mati perlahan dalam pidato-pidato megah yang tak pernah menyentuh bumi. Biarkan Pancasila berpikir. Biarkan rakyat menafsirkan. Biarkan Pancasila menjadi milik semua bukan monopoli segelintir elite untuk memberi argumen atas kehendaknya sendiri.


Karena sejatinya Pancasila “ tidak sakti “ karena tahan pukulan. Pancasila sakti jika mampu memberi rasa adil dan merangkul manusia dalam kemanusiaan. Dan itu hanya mungkin jika Pancasila terus hidup dalam pikiran dalam tindakan, dalam cinta kepada sesama. (Red)

Juni 01, 2025

Haji, "Berdzikir dan Bersholawat "Antara Ritual dan Moralitas

Penulis : 

Ahmad Basri 

Ketua : K3PP Tubaba

Tulang Bawang Barat | Prokontra.news | - Sering timbul pertanyaan mendasar dalam benak kita: mengapa negara-negara seperti Jepang, AS, Kanada, Singapura, Denmark, Selandia Baru, Finlandia, Swiss, Singapura, Swedia, Norwegia, Belanda, Luksemburg, dan Jerman memiliki tingkat korupsi yang paling rendah di dunia? Padahal, secara teologis, negara-negara tersebut tidak menjadikan agama sebagai fondasi kehidupan sosial dan kenegaraan. 


Mereka menganut paham sekularisme yang cenderung “ ateis “ , di mana agama dianggap urusan pribadi, bukan sesuatu yang melekat dalam ranah publik atau kebijakan negara. Agama harus terpisah dalam urusan publik.


Ironisnya, negara-negara yang disebutkan tadi bukanlah negara dengan populasi mayoritas Muslim. Bahkan, praktik keagamaan secara formal di sana sangat minim terlihat hampir tidak nampak di permukaan. Namun justru di sanalah etika publik, disiplin, kejujuran, dan tanggung jawab sosial tumbuh kuat. 


Lantas bagaimana dengan Indonesia—sebuah negeri dengan mayoritas penduduk beragama Islam, yang kehidupan sosial dan kenegaraannya sangat kental dengan identitas religius. Ritual keagamaan hampir menjadi bagian kehidupan sosial Masyarakat yang tak terpisahkan.  


Data menunjukkan, Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah jemaah haji dan umrah terbanyak di dunia. Masjid , pondok pesantren menjamur di setiap pelosok, pengajian dan majelis dzikir ada hampir setiap malam, dan gema sholawat menggema di berbagai tempat. Tidak pernah sepi.


Namun mengapa semua itu tidak berbanding lurus dengan perilaku moral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Fakta pahitnya menunjukan indeks persepsi korupsi Indonesia masih tergolong tinggi.


Praktik korupsi merajalela di berbagai sektor—dari birokrasi pemerintahan hingga lembaga pendidikan dan keagamaan. Bahkan, korupsi telah menjadi budaya yang diwariskan dan dilestarikan, bukan untuk dilawan.


Lalu, apa makna semua ritual keagamaan “ pergi haji “  yang marak itu jika tidak menghadirkan transformasi moral dan spiritual dalam tindakan nyata.  Mengapa berhaji, dzikir dan sholawat yang menggema tidak mampu menembus hati dan menggetarkan nurani dalam dimensi moral kehidupan sosial ketata negaraan. 


Terlalu banyak orang yang menjadikan agama ‘ haji ” sebagai simbol dan identitas, bukan sebagai nilai hidup kehidupan. Dzikir hanya menjadi ritual, bukan refleksi batin. Sholawat hanya menjadi lantunan, bukan pemantik cinta sejati kepada Nabi Muhammad SAW.


Padahal, Rasulullah adalah sosok yang paling tegas menolak korupsi, suap, dan segala bentuk ketidakadilan. Keteladanan beliau adalah puncak dari integritas moral, keadilan sosial, dan kepedulian terhadap sesama.


Hari ini, di bulan ini jutaan umat islam termasuk dari indonesia berkumpul di mekkah madinah untuk menunaikan ibadah haji sebagai pondasi rukun islam . 


Namun pertanyaannya apakah semua itu hanya menjadi seremonial, atau momentum untuk menghidupkan kembali ajaran islam “ Nabi Ibrahim “  dalam kehidupan sosial kita. 


Berhaji seharusnya menjadi cermin bukan hanya panggung. Meneladani risalah kenabian bukan sekedar bersholawat, berdzikir akan tetapi membumikan ajarannya dalam kehidupan sehari-hari.


Bicara perilaku korupsi adalah bentuk nyata pengkhianatan terhadap ajaran risalah kenabian. Ia merampas hak orang banyak, menghancurkan keadilan, dan mempermalukan agama itu sendiri. 


Andaikan Nabi Muhammad SAW masih hidup hari ini, barangkali beliau akan meneteskan air mata, menyaksikan umatnya yang begitu rajin berhaji, umroh, berdzikir namun tak jujur, dan yang fasih bersholawat berdzikir namun gemar berkhianat.


Maka berdzikirlah dengan hati, bukan sekadar bibir. Bersholawatlah dengan tindakan, bukan hanya dengan suara. Jangan sampai kita terperangkap dalam simbolisme religius yang hampa makna. (Red)

Sabtu, 31 Mei 2025

Mei 31, 2025

Konsep Nenemo : Filosofi Budaya dan Pembangunan – Antara Khayalan atau Kenyataan?


Penulis :
Ahmad Basri
Ketua : K3PP Tubaba

Tulang Bawang Barat | Prokontra.news | - Di tengah gelombang retorika pembangunan berkelanjutan yang kini digaungkan oleh Bupati terpilih Novriwan Jaya dan Wakil Bupati Nadirsyah, publik layak bertanya: pembangunan berkelanjutan yang seperti apa yang dimaksud? Apakah ini sekadar kelanjutan dari warisan pendahulunya, Umar Ahmad—atau ada pijakan baru yang lebih konkret dan menyentuh realitas rakyat?


Di Tubaba, konsep pembangunan sejak awal berdiri telah mengusung narasi budaya lokal melalui satu kata kunci yang nyaris sakral: Nenemo. Tiga nilai inti yang dikandungnya—Nemen (tekun), Nedemo (berani), dan Nerimo (ikhlas)—dijadikan pondasi filosofis pembangunan.


Dalam narasi resmi, Nenemo adalah ruh dan arah. Ia digadang -bgadang sebagai suluh pembangunan berbasis budaya dan spiritualitas lokal.


Namun, dalam kenyataan yang kita saksikan hari ini, Nenemo lebih sering menjelma menjadi mantra kosong, simbol kosmetik yang jauh dari implementasi substansial. Ia hadir sebagai jargon, bukan sebagai nilai hidup; sebagai hiasan pidato, bukan sebagai panduan kebijakan.


Bangunan - bangunan monumental seperti Uluan Nughik, Pasar Seni Tubaba, Pasar Semi Modern Pulung, hingga patung - patung ikonik dan kompleks Islamic Center yang megah memang tampak membanggakan. Semuanya dipersembahkan sebagai wujud kebangkitan budaya lokal.


Namun mari kita jujur. Apa makna estetika jika infrastruktur dasar masih compang - camping? Jalan desa rusak, akses air bersih minim, sekolah kekurangan fasilitas, dan pelayanan kesehatan tak menjangkau lapisan bawah masyarakat. Lebih miris lagi, masih banyak kantor OPD yang tak layak huni. Di sinilah terjadi ironi: megah dalam rupa, rapuh dalam makna.


Nilai budaya direduksi menjadi alat pencitraan. Partisipasi publik yang semestinya menjadi inti pembangunan justru dipinggirkan. Musrenbang hanya sekadar seremoni administratif. Rakyat hadir, namun tidak benar-benar didengar. Nenemo dikutip, tetapi tidak dihayati.


Nilai Nemen, yang seharusnya mengajarkan ketekunan kolektif, malah dibebankan secara sepihak kepada rakyat. Mereka diminta bekerja keras, taat, dan sabar, sementara akses untuk ikut menentukan arah pembangunan nyaris nihil.


Nedemo, yang mestinya mendorong keberanian menyuarakan kebenaran, berubah menjadi bumerang. Kritik dianggap ancaman, bukan koreksi. Ketika rakyat bicara lantang, mereka dibungkam atas nama "ketidak sejalanan dengan semangat pembangunan".


Sedangkan Nerimo, nilai luhur tentang keikhlasan, telah disalah artikan menjadi sikap tunduk. Rakyat diajari menerima ketimpangan sebagai takdir, bukan sebagai kondisi yang harus diubah. Spiritualitas diubah menjadi instrumen penjinakan.


Dalam konteks ini, Nenemo tidak lagi menjadi etika pembebas, melainkan topeng legitimasi kekuasaan. Ia menjelma menjadi wajah baru feodalisme: kekuasaan dibalut adat dan spiritualitas, namun relasi kuasa tetap timpang. Rakyat dipinggirkan, bahkan ditidurkan dalam euforia budaya.


Padahal jika dimaknai secara jernih dan tulus, Nenemo justru dapat menjadi pondasi untuk membangun tata kelola yang inklusif, demokratis, dan berkeadilan.


Nemen bukan beban rakyat semata, melainkan semangat kolektif merancang kebijakan bersama.


Nedemo bukan untuk menakuti rakyat, melainkan keberanian bersama menyuarakan dan menerima kritik.


Nerimo bukan perintah untuk pasrah, melainkan keikhlasan pemimpin membuka ruang dialog.


Pembangunan berbasis budaya hanya akan bermakna jika bersandar pada kejujuran, transparansi, dan partisipasi. Jika tidak, yang tersisa hanyalah simbol kosong yang dijual untuk panggung politik.


Tubaba sejatinya memiliki potensi besar untuk menjadi model pembangunan yang memadukan tradisi dan transformasi. Tapi itu hanya akan terjadi jika penguasa bersedia menanggalkan ego simbolik dan menempatkan rakyat sebagai subjek pembangunan, bukan sekadar penonton.


Sebab, pembangunan tanpa partisipasi adalah propaganda. Budaya tanpa kritik adalah alat penindasan. Mari kita pulihkan Nenemo dari reduksi makna. Mari menjadikannya bukan mitos kekuasaan, melainkan jalan menuju keadilan sosial dan demokrasi lokal yang sebenar-benarnya. (Red)

Kamis, 29 Mei 2025

Mei 29, 2025

PT. SGC, Mafia Hukum : Wajah Buram Hukum Peradilan di Indonesia


Penulis :

Ahmad Basri

Ketua : K3PP Tubaba


Tulang Bawang Barat | Prokontra.news | - Dua petinggi paling berpengaruh dan sekaligus owner PT. Sugar Group Companies ( SGC ) Purwanti Lee ( Nyoya Lee dan Gunawan Yusuf ) belakangan ini menjadi berita hangat di berbagai pemberitaan baik lokal maupun nasional. Kedua orang tersebut sangat familiar bagi masyarakat lampung. 


Kasusnya tidak main - main yakni diduga terlibat penyuapan terhadap para Hakim Agung untuk memenangkan perkara “ PK “ di MA ( Mahkamah Agung ) antara PT. SGC dan Marubeni Corporation. Pada akhirnya putusan MA mengabulkan PK ( Peninjauan Kembali ) yang dimenangkan oleh PT. SGC.


Kasus tersebut terbongkar setelah tim Kejaksaan Agung melakukan penggeledahan rumah seorang terdakwa pelaku suap “ Zarof Ricar “ dan menemukan uang 920 milyar ( 200 milyar dari PT. SGC ). Uang 200 milyar tersebut diduga telah menyebar ke para Hakim Agung yang menangani perkara dan disinyalir mengalir ke para petinggi di Kejaksaan Agung.


Dalam posisi tersebut “ Zarof Ricar “ adalah “ aktor intelektual “ yang mengatur pembagian uang 200 milyar. Sebagai seorang mantan pejabat di MA tentunya Zarof Ricar tidaklah kesulitan untuk membangun jaringan koneksitas “ makelar kasus “ di tubuh MA.


Apa yang kita dapat dari kasus PT. SGC yang melibatkan Nyoya Lee - Gunawan Yusuf adalah mempertegas bahwa indikasi adanya mafia hukum itu ada bukan sebuah asumsi kosong tapi real itu ada dan nyata. Mereka mengakali sistem hukum peradilan. Mafia hukum benar - benar ada dan bekerja secara sistematis di dalam tubuh peradilan.


Paling menarik dalam kasus tersebut “ Zarof Ricar “ yang sudah mengakui semua perbuatannya namun dalam dakwaan Jaksa tidak dimasukan pasal suap. Aneh bin ajaib tapi itulah kenyataannya. Jelas ini semua dikondisikan untuk melindungi para aktor besar yang menikmati uang 200 milyar.


Akankah kasus akan lenyap menghilang seperti kasus - kasus besar lainnya. Sanggupkah Kejaksaan Agung menuntaskan kasus tersebut sampai tuntas menyeret mereka yang terlibat ke meja pengadilan. Termasuk membawa para petinggi PT. SGC kemeja pengadilan.


Disinyalir bahwa kasus tersebut hanya akan berhenti pada Zarof Ricar tidak akan melebar sampai pada yang lebih tinggi lagi. Itulah mengapa publik yang peduli dengan kondisi hukum di indonesia dan mengikuti perkembangan kasus PT. SGC tidak begitu optimis akan berjalan sebagaimana yang diharapkan. 


Para penggiat anti korupsi berharap bahwa kasus PT. SGC ditangani oleh KPK ( Komisi Pemberantasan Korupsi ) bukan oleh Kejaksaan Agung. Ketidakpercayaan ini tentu wajar dengan ditemukan jejak atau diduga aliran dana 200 miliar masuk ke para petinggi ( oknum ) Kejaksaan Agung.


Keraguan dari para penggiat anti korupsi telah dibantah oleh Kejaksaan Agung bahwa kasus PT. SGC harus berproses sampai tuntas dengan melakukan pemeriksaan kepada nyoya Lee dan Gunawan Yusuf. Sampai penggeledahan rumah nyonya lee karena dianggap tidak kooperatif.


Walaupun keduanya sudah diproses diperiksa sampai penggeledahan namun statusnya masih belum ada apalagi sampai tersangka. Bagi publik khususnya masyarakat lampung menyangkut sepak terjang PT. SGC sudah begitu paham. Bukan hanya urusan “ gula “ semata dalam urusan dunia politik pun selalu hadir. Entah apa yang ingin dicarinya. (Red)



Selasa, 20 Mei 2025

Mei 20, 2025

Tiyuh Karta Tubaba Bentuk Pengurus Koperasi Merah Putih


Tulang Bawang Barat | Prokontra.news | - Pemerintahan Tiyuh Karta, Kecamatan Tulang Bawang udik (TBU) Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba), Provinsi Lampung. menggelar musyawarah Tiyuh khusus (MUSTISUS) pembentukan Koperasi Desa Merah Putih Tiyuh Karta yang bertempat di Aula Tiyuh setempat, pada Senin (19/05/2025).


Kegiatan pembentukan Koperasi Desa Merah Putih tersebut dihadiri oleh Ahmad Syatiri Kepalo Tiyuh Karta, Seluruh aparatur Tiyuh Karta, Sopian Nur Kadis PMD Tubaba, Ketua dan anggota BPT, Ketua Gapoktan, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Masyarakat setempat.


Ahmad Syatiri Selaku Kepalo Tiyuh Karta dalam pembukaan musyawarah kegiatan Koperasi Desa Merah Putih tersebut dia mengatakan “Dalam Mustisus ini pembentukan Koperasi Desa Merah Putih Tiyuh Karta, yang akan menjadi pengurus adalah kita semua masyarakat Tiyuh Karta harapan kami selaku Pemerintah Tiyuh Karta agar masyarakat dapat bersatu untuk memajukan Tiyuh Karta yang kita cintai ini, " kata Ahmad Syatiri


Lanjutnya kembali, “Mengenai kantor Koperasi Desa Merah Putih Tiyuh Karta sementara ini di tempatkan di Kantor Balai Tiyuh Karta, sembari menunggu kantor Koperasi Desa Merah Putih yang berada di Embung RK 4 RT 2 selesai, saat ini masih proses finishing.” ujarnya

Ahmad Syatiri berharap dengan adanya koperasi desa merah putih di tiyuh Karta bisa membantu kesejahteraan masyarakat Tiyuh setempat.


“Harapan kami dengan adanya Koperasi Desa Merah Putih ini Tiyuh Karta bisa maju dan masyarakat lebih sejahtera.” harapnya.


Murad selaku Sekretaris Tiyuh Karta  mejelaskan mengenai keanggotaan Koperasi Merah Putih tersebut sebagai berikut, 


Kepalo Tiyuh Karta sebagai Ketua, 

Pengawas Ahmad Syatiri

Wakil BPT sebagai Anggota Pengawas 1 

Sudirman Kader PKK sebagai Anggota 

Pengawas 2 Hayati.

Ketua pengurus Hasan Nudin Warga Tiyuh RK 09.

Wakil bidang usaha Sahroni warga Tiyuh RK 10.

Wakil bidang keanggotaan Ramlan warga Tiyuh RK 2.

Sekretaris Maesaroh warga Tiyuh RK 09.

Bendahara Rantika Melia Sari warga Tiyuh RK 08, " ujarnya.


Pengirim berita :   (Robensyah)

Senin, 19 Mei 2025

Mei 19, 2025

Mudah Fanatik - Mudah Dibohongi : Hari Buku Nasional

 

Penulis :

Ahmad Basri 

Ketua : K3PP Tubaba


Tulang Bawang Barat | Prokontra.news |-Setiap tanggal 17 Mei diperingati sebagai hari Buku Nasional. Ini menegaskan kepada kita semua bahwa buku merupakan “ jendela ilmu “ bagi perubahan dan kemajuan sebuah bangsa.


Ingin maju, ingin menambah wawasan, ingin mengetahui apa yang tidak kita ketahui, buku adalah pintu jawaban yang akan akan menuntun itu semua.


Ketika Nabi Muhammad SAW, mendapatkan wahyu “ Iqra “ dari Tuhan melalui Malaikat Jibril. Pertama yang dilakukan diperintahkan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW adalah baca.


Kata Nabi “ Aku Tidak Bisa Membaca “ dengan kesabarannya Malaikat Jibril membimbingnya sehingga Nabi bisa membaca. Dibimbingnya hingga tiga kali sehingga Nabi akhirnya dapat membaca.


Itulah sejarah pertama Nabi membaca Al Quran “ surat Al Alaq “ dan itu menandai sebagai  perubahan peradaban islam dari sistem jahiliyah “ kegelapan “  menuju alam pencerahan. 


Mengapa membaca buku itu penting dan “ wajib “. Tentu dengan membaca akan membawa banyak manfaat. Menambah ilmu pengetahuan, melatih otak dan daya ingat, mengembangkan imajinasi dan daya ingat, meningkatkan keterampilan bahasa dan menulis, mengelola stres dan yang menarik membentuk pola pikir kritis.


Mereka yang tidak suka membaca buku atau kurang berminat membaca buku memiliki tingkat kemampuan berkomunikasi yang rendah, kurang percaya diri dalam pergaulan, kurang memiliki daya imajinasi berpikir dan paling berisiko terjadinya penurunan literasi.


Konsep literasi seringkali dimaknai pada pemaknaan “ diksi “ membaca, menulis, dan memahami.


Diharapkan dari konsep tersebut mereka yang memiliki literasi yang cukup “ membaca “ akan menghasilkan komunikasi yang baik dan kritis. Sehingga kemampuan untuk mengolah informasi dari berbagai sumber dapat diverifikasi atau ditelaah dengan baik tidak ditelan dengan mentah - mentah.


Di jaman yang serba instan seperti saat ini budaya membaca buku cenderung digantikan oleh berbagai informasi lainya. Orang lebih suka mencari informasi  melalui media sosial bisa melalui tiktok, instagram, trends, fb, AI dan lain - lain.


Karlina Supelli seorang dosen UI “ Filsafat “ mengatakan bahwa membaca buku tidak bisa digantikan dengan tiktok atau sebatas nonton film.Karena menurutnya kerja otak hanya bisa dilatih tajam “ kritis “ kalau otak berdialog dengan buku ( membaca buku ). 


Penulis sependapat dengan Karlina Supelli sebab tiktok hanya sebatas “ hiburan “ tidak mengulas secara mendetail informasi yang disajikan. Durasi yang pendek “ tiktok “ tidak mampu membangun pemikiran yang kritis dan mendalam. Namun hari ini “ tiktok “ seolah - olah merupakan pengganti dari membaca buku dalam pencarian sumber ilmu pengetahuan.


Dalam konteks literasi budaya membaca  Indonesia menjadi negara yang sangat tertinggal. Laporan dari berbagai survei internasional seperti PISA ( Program for International Student Assessment serta IPLM ( Indek Pembangunan Literasi Masyarakat ) Indonesia cenderung di peringkat paling bawah.


Tingkat regional ASEAN misalkan Indonesia begitu jauh tertinggal dengan Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei, Vietnam, Filipina. Apalagi dibandingkan dengan negara - negara maju lainnya seperti Jepang atau Finlandia. Salah satu ciri negara yang rendah tingkat literasi sepertinya dapat terlihat dari kualitas sistem pendidikannya. Indonesia termasuk yang “ bobrok “ sistem pendidikannya.


Sebuah negara seperti Indonesia yang tingkat literasi nya rendah dapat dilihat juga dari kualitas kehidupan masyarakatnya. Mudah marah, mudah terprovokasi, mudah anarkis dan mudah percaya dengan berita “ hoax “ yang belum terbukti kebenarannya. Apalagi dalam bidang politik mudah “ fanatik “ mudah percaya sehingga mudah pula untuk dibohongi. (Red)


Rabu, 14 Mei 2025

Mei 14, 2025

Wakil Rakyat Minus Prestasi

 


Penulis :

Ahmad Basri., S.IP., S.H

Ketua : K3PP Tubaba


Tulang Bawang Barat | Prokontra.news | - Ingin viral dengan tingkah laku yang “ nyeleneh “ menjadi perbincangan publik bukanlah sesuatu yang sulit hari ini. Sarana prasarana sudah tersedia diruang publik.


Bisa lewat tiktok, twitter, instagram, atau fb. Itulah dunia medsos.


Inilah yang mungkin dimanfaatkan oleh (oknum ) anggota dewan. Konon kabarnya dari dewan Lampung Utara. 


Dalam sebuah acara pesta sang oknum dewan tersebut melakukan aksinya “ sawer “ secara live disangsikan oleh para undangan.


Tidak tanggung - tanggung uang yang disawer pecahan lima puluh ribuan. Seakan - akan uangnya tidak berseri untuk disawer.


Dj musik cantik yang disawer begitu gembiranya sambil menebar senyum pesona kebahagian. Memang itu yang diharapkan. Setiap pertunjukan musik ada sawerannya.


Adrenalin sang oknum dewan pun terlihat semakin bersemangat menggila dengan sawerannya. Seolah - olah menunjukan keakuannya diatas panggung.


Sebenarnya jika saweran itu dilakukan dengan cara yang biasa dalam batas kewajaran “ etika “ diatas panggung tentu tidak menjadi masalah. Itu semua uangnya haknya.


Tapi apa yang dilakukan oleh sang oknum dewan tersebut berlebih - lebihan cenderung over dosis. 


Publik pun dibuat terheran dengan ulah seperti itu. Sang oknum dewan tersebut mungkin lupa bahwa dalam dirinya melekat satu  identitas sebagai wakil rakyat yang harus dijaga.


Sebagai wakil rakyat tentu harus mampu menempatkan diri dan menjaga diri ditengah masyarakat. Adab setidaknya lebih diutamakan ditengah masyarakat. 


Sense of crisis atau kepekaan sosial seharusnya lebih diutamakan. Lihatlah kanan kiri masih banyak orang yang merintih menangis butuh sesuap nasi untuk menyambung hidup. Pilar ini yang telah hilang. 


Tipologi oknum dewan seperti itu bisa ditebak dianalisis kinerjanya sebagai wakil rakyat. Bisa jadi termasuk golongan orang - orang ( maaf) yang tidak memiliki prestasi kinerja di dewan.


Kedudukannya sebagai wakil rakyat hanya sebatas untuk aksesoris kehidupan sosial. 

Atau bisa jadi dengan cara melakukan adegan sawer diatas panggung adalah cara untuk menutupi kelemahannya guna membangun kepercayaan diri sebagai anggota dewan.


Membangun validitas sosial atau mencari pengakuan publik seharusnya dengan nilai prestasi kinerja atau kritis terhadap kebijakan publik yang menyimpang. Itulah yang harus ditonjolkan sebagai anggota dewan. 


Banyak anggota dewan yang lebih suka hadir ditengah pesta untuk mencari pengakuan sosial daripada hadir ditengah masyarakat yang membutuhkannya.


Inilah fenomena yang kita lihat selama ini. Jadi jangan heran menemukan perilaku (oknum) anggota dewan yang agak nyeleneh - nyeleneh. Mereka minus prestasi kinerja cenderung apatis dengan persoalan rakyat. 

(Red)

Senin, 28 April 2025

April 28, 2025

Tiyuh Gading Kencana Tubaba Tingkatkan Pembangunan Lalui DD - 2025


Tulang Bawang Barat | Prokontra.news | - Pemerintah Tiyuh Gading Kencana, Kecamatan Tulang Bawang Udik, Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba) Provinsi Lampung, guna meningkatkan kenyamanan dan fasilitas terhadap pelayanan masyarakat yang berkunjung ke kantor balai tiyuh, telah melakukan pemeliharaan serta peningkatan pembangunan di gedung balai tiyuh wilayah setempat.


Kepala Tiyuh Gading Kencana H. Iysah Ansori saat ditemui wartawan media ini di ruang kerjanya, dirinya mengatakan bahwa pada tahun 2025 telah melakukan peningkatan pembangunan gedung kantor balai tiyuh, dengan menggunakan anggarannya yang berasal dari dana desa (DD)  tahun 2025 dengan anggaran sebesar  Rp.54.383000 ( lima puluh Empat juta tiga ratus delapan puluh tiga ribu rupiah)," terangnya, pada Senin (28/04/2025).


“ Alhamdulilah pembangunan peningkatan  gedung kantor balai tiyuh berjalan dengan lancar, dengan menggunakan anggaran dana desa (DD) guna memberikan pelayanan dan kenyamanan yang baik terhadap masyarakat,tentu dengan  keindahan kantor tiyuh diharapkan bisa membawa perubahan dan kemajuan serta semangat untuk kita semua, ucapnya.


Warga Tiyuh Gading Kencana dan Ketua BPT Tapsir mengatakan, dirinya sangat bangga dan senang dengan adanya perubahan baik dari tingkat pembangunan yang ada di Tiyuh Gading Kencana apalagi saat ini melihat gedung kantor balai tiyuh sudah mewah dan Indah, " tuturnya.


Dilanjutkan, yang pasti ini terlaksana dalam kepemimpinan kepalo tiyuh yang sekaran, sudah banyak sekali perubahan baik dari tingkat pelayanan kesehatan masyarakat (Posyandu), peningkatan pelayanan pendidikan, kebersihan lingkungan, pembangunan peningkatan jalan infrastruktur jalan usaha tani dan kegiatan lainnya, " imbuhnya.


“Senang sekali melihat gedung kantor balai tiyuh sekarang ini, sudah ada perubahan baik dipandang oleh masarakat setempat  sangat indah dan mewah sekali, " ucapnya.


Pengirim berita : (Robensyah).

Rabu, 23 April 2025

April 23, 2025

Sifat Rakus Membuatmu Tamak



Penulis :

Heriyanto 

Wartawan Madya : Tubaba


Tulang Bawang Barat |Prokontra.news |- Kata rakus yang berasal dari bahasa prancis kuno (Raviner) yang artinya menjarah. Lalu berkembang menjadi bahasa inggris Ravenous yang memiliki arti sama yakni sangat rakus. Dalam bahasa indonesianya dapat di artikan lahap atau gelojoh. 


Jika dikaitkan dengan prilaku manusia, ini mencerminkan perbuatan yang tidak baik seperti mengambil dan menelan sesuatu yang berlebihan hak orang lain tanpa meminta izin. 


Dalam kontek kehidupan, sifat rakus ini tidak bisa di jalani dalam kehidupan sehari-hari. Karena sifat rakus akan merugikan diri sendiri, temen dekat dan orang banyak. 


Namun, di era sekarang sifat rakus banyak ditunjukan oleh manusia terutama mereka yang menduduki jabatan, kata lain mempunyai fungsi lebih penting. Mereka memanfaat jabatan mereka untuk mencari keuntungan pribadi dengan cara menindas yang lemah dengan kata lain mengambil hak-hak orang lain terutama bawahan atau orang tidak mampu. 


Kerakusan bagi mereka hanyalah hal biasa karena dapat menguntungkan diri mereka dengan meraup keuntungan dari orang yang lemah. Dengan kata lain kesenangan Duniawi. 


Di zaman sekarang ini, bujukan menjadi sosok yang serakah atau kerakusan sangat terbuka. Dimanapun kamu berada dan dalam bidang apapun, rayuan keserakahan (rakus) menanti untuk menerkam mu.


Orang yang rakus tak bisa puas dengan apa yang dimilikinya dan bahkan melakukan hal tercela untuk memuaskan keinginannya.


Kerakusan tidak hanya dalam hal materi saja, seperti uang atau kekayaan harta benda lainnya, melainkan juga non materi, semisal waktu. 


Seperti kata bijak menyebutkan "Keserakahan atau kerakusan adalah apa yang bisa kamu sebut sebagai lubang tanpa dasar, dimana itu tidak ada habis - habisnya. 


"Keserakahan adalah salah satu hal yang membuatmu untuk  menghancurkan hal-hal indah yang pernah kamu pegang ".


"Nafsu akan uang dan menempatkannya di atas prioritasmu adalah yang membuatmu menjadi orang yang tamak ".


Ditengah arus materialisme yang kian deras, kita sering terjebak dalam pusaran sifat rakus yang tak berujung.


Keserakahan atau sifat rakus, telah menjadi satu di antara tantangan terbesar dalam kehidupan modern, mendorong kita untuk terus mengejar lebih banyak harta, kekuasaan, dan kepuasan instan tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.


Pesan, "Jangan biarkan nafsu menguasai akal sehatmu, Kerakusan adalah penyakit yang tak pernah terpuaskan. Hidup sederhana adalah kunci kebahagiaan sejati, gunakan hati nurani dalam bertindak". (Red)