Breaking news

Tampilkan postingan dengan label Tulang Bawang Barat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tulang Bawang Barat. Tampilkan semua postingan

Jumat, 01 Agustus 2025

Agustus 01, 2025

Amnesti dan Abolisi : Membangun Citra Politik Hukum Kekuasaan?

 

Penulis :

Ahmad Basri

Ketua : K3PP - Tubaba


Tulang Bawang Barat | Prokontra.news | - Presiden Prabowo kembali membuat kejutan dengan pemberian amnesti kepada Hasto Kristiyanto, Sekjen PDI Perjuangan dan abolisi kepada Thomas Lembong, mantan Menteri Perdagangan diera Jokowi.


Keduanya dikenal sebagai tokoh yang sempat menjadi oposisi “ pilpres ” dan simbol perlawanan terhadap pemerintahan sebelumnya. Mereka juga menjadi subjek kontroversi yang menciptakan perdebatan publik mengenai adanya kriminalisasi politik hukum.


Alasan pemberian amnesti -dan abolisi sebagai bagian dari rekonsiliasi nasional tidak serta merta diterima begitu saja. Sebagian pihak berpandangan lain akan menjadi wajah buruk dalam masalah penegakan hukum khususnya dalam masalah korupsi.


Pemberian amnesti dan abolisi memberi pesan bahwa hukum bisa dinegosiasikan dibicarakan jika konteks politik berubah. Di tengah harapan akan era baru yang lebih stabil justru dihadapkan pada dilema lama yakni antara keadilan dan kekuasaan.


Dalam perspektif hukum ketatanegaraan pemberian amnesti - abolisi memiliki dasar konstitusional. Amnesti - abolisi hak prerogatif presiden namun harus ada pertimbangan DPR dan MA. UUD 45 Pasal 14 telah mengaturnya. Akan tetapi pertimbangan tidak mengikat. 


Banyak pihak yang menilai pemberian amnesti dan abolisi sebuah bentuk kemunduran dalam penegakan pemberantasan korupsi. Novel Baswedan, mantan penyidik KPK dan ICW menyatakan keprihatinannya.


Sebalik Prof Jimmy dan Prof Mahfud memberi penilaian yang berbeda bahwa pemberian amnesti dan abolisi adalah sikap bijak dari Presiden Prabowo. Mereka menilai kasus Tom Lembong dan Hasto serat dengan permainan politik. 


Jika keputusan seperti amnesti dan abolisi menjadi praktik yang lazim setiap kali kekuasaan berpindah tangan maka negara secara perlahan akan menyerahkan supremasi hukum kepada logika kompromi politik.


Dalam sejarah tidak asing dengan praktik pengampunan. Di masa Presiden Habibie,misalkan banyak tahanan politik Orde Baru dibebaskan sebagai tanda dimulainya era Reformasi. Pengampunan itu berkaitan dengan penahanan karena disebabkan perbedaan paham pemikiran ideologi politik.


Dalam kasus Presiden Prabowo pengampunan ini terjadi terhadap tokoh-tokoh yang terlibat atau diduga terlibat dalam dugaan kejahatan korupsi dan manipulasi anggaran.


Dengan demikian tentunya publik berhak mempertanyakan apakah ini proses rekonsiliasi yang jujur atau sekadar strategi mengamankan elite politik demi stabilitas politik jangka pendek kepentingan kekuasaan semata?


Rekonsiliasi sejati membutuhkan pengakuan. Butuh kebenaran. Butuh kejujuran bahwa hukum pernah disalahgunakan demi membunuh lawan politik yang berseberangan. Setidaknya ini yang harus menjadi catatan. Kekuasaan tidak boleh menjadikan hukum sebagai alat politik memasukan seseorang yang tidak bersalah.


Pemberian amnesti dan abolisi bisa menjadi momentum jika disertai dengan reformasi mendalam di tubuh lembaga peradilan, Kejaksaan, KPK, dan kepolisian. Jangan sampai sebagai alat pencitraan politik hukum kekuasaan. (Red)

Kamis, 31 Juli 2025

Juli 31, 2025

Kisah Pilu Mbah Mariyah Warga Mulya Jaya Harapkan Perhatian Pemerintah Tubaba

    (Foto: Mbah Mariyah dan Kedua cucunya

Tulang Bawang Barat | Prokontra.news |- Sungguh miris kehidupan yang dialami Mbah Mariyah warga RT 20 / RW 04 Tiyuh Mulya jaya, Kecamatan Tulang Bawang Tengah Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba), Provinsi Lampung, Kamis (31/07/2025).


Berdasarkan hasil konfirmasi wartawan media ini, Mbah Mariyah menceritakan kisah pilu penuh duka nestapa dan derita, setelah ditingal pergi suami tercintanya puluhan tahun yang lalu, dirinya harus bekerja keras sebagai buruh upah harian tebang tebu di PT. Indo Lampung untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari - hari.


Akan tetapi selain itu ada hal yang sangat menggugah hati dan perasaan hingga membuat prihatin, yaitu selain berjuang mempertahankan hidupnya, Mbah Mariyah harus berjuang seorang diri menghidupi dan merawat kedua cucunya yang bernama Alif Khoirul Anam Bin Turoh (7 Tahun) siswa kelas 1 SDN 23 Tubaba, dan Anindia Clara Dwi Nafiza Binti Hambali (12 Tahun) Siswi kelas 1 SMPN 8 Tubaba.


Mbah Mariyah, menuturkan dengan berlinang air mata, tentang perjalanan nasib pilu dirinya dan kedua cucunya yang bernama Alif Khoirul Anam bin dan Anindia Clara Dwi Nafiza yang telah ditinggal pergi kedua orang tuanya sudah bertahun - tahun merantau tanpa memberikan nafkah untuk kebutuhan hidup kedua cucunya itu, bahkan untuk kebutuhan peralatan sekolah cucunya hasil dari pemberian orang lain seperti, baju, sepatu, tas dan sebagainya, itupun barang bekas yang pernah dipakai, " tuturnya.


Lebih lanjut, ketika ditanya adakah perhatian atau bantuan dari pemerintah baik itu tingkat Tiyuh dan pemerintah Kabupaten setempat, dirinya menjawab. " Mas, selama ini yang membantu saya agar cucu saya, tetap dapat melanjutkan sekolah itu adalah masyarakat sekitar, kalau dari pemerintah Tiyuh dan Kabupaten belum ada sampai saat ini, " jelasnya.


" Tentu, saya berharap kepada pihak pemerintah setempat, dan para dermawan sudi kiranya dapat membantu saya dan kedua cucu saya, karna di usia saya yang sudah tua renta ini, penghasilan sebagai buruh tebang tebu di PT. Indo Lampung, itupun untuk makan dan minum sehari - hari saja kadang tidak cukup, karna waktu badan sehat saya bekerja ketika saya sakit, ya tidak dapat berkerja, " paparnya.


" Jujur, saya kadang berfikir dan berdoa di malam hari kepada tuhan, masih adakah orang yang peduli kepada nasib saya, untuk membantu  agar kedua cucu ini, dapat mengenyam pendidikan yang layak, supaya mereka berdua kelak memilki masa depan yang lebih baik, " harapnya.


Selain itu, dirinya menginginkan agar pemerintah tiyuh maupun kabupaten dapat memberikan perhatian dan bantuan berupa kartu kesehatan gratis kepada dirinya dan ke dua cucunya tersebut, karena selama ini belum pernah mendapatkan, " terangnya.


" Kartu pengobatan gratis sangat saya butuhkan mas, baik untuk saya dan kedua cucu saya, karena saya ini orang tidak mampu, " ungkapnya.


Sampai berita ini diterbitkan belum ada tanggapan dari pihak terkait. (Red)


Senin, 28 Juli 2025

Juli 28, 2025

Ketua KONI Tubaba : Membangun Moralitas Kepemimpinan

 

Penulis :

Ahmad Basri

Ketua : K3PP Tubaba


Tulang Bawang Barat | Prokontra.news | -Kabar tentang penggunaan mobil dinas milik Dinas Pendidikan oleh Ketua KONI Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba) tanpa surat pengajuan resmi telah mencuri perhatian publik. Apalagi mobil tersebut dilaporkan mengalami pergantian plat nomor selama digunakan.


Hal ini bukan sekadar pelanggaran administratif akan tetapi menyentuh akar persoalan moralitas kepemimpinan di ruang publik. Perlu ditegaskan bahwa mobil dinas adalah aset milik pemerintah daerah meskipun status pengadaannya adalah sewa dari pihak ketiga. Artinya, penggunaan kendaraan itu terikat oleh prinsip-prinsip akuntabilitas.


Tidak ada ruang untuk tafsir bebas apalagi hanya bermodalkan izin lisan. Apakah bisa dibenarkan seorang Ketua KONI yang seharusnya menjadi teladan contoh sportivitas meminjam kendaraan operasional milik dinas lain tanpa prosedur administratif yang sah?


Lebih mengejutkan lagi mobil yang digunakan dikabarkan diganti nomor platnya. Tindakan ini dalam perspektif hukum lalu lintas bisa dikategorikan sebagai pelanggaran serius. Mengganti plat kendaraan tanpa izin kepolisian adalah tindakan ilegal terlebih jika kendaraan tersebut bukan milik pribadi.


Pertanyaannya apa motif di balik pergantian plat nomor tersebut? Apakah untuk menyembunyikan identitas kendaraan dari pengawasan publik? Jika benar demikian maka bukan sekadar kelalaian namun sebuah bentuk manipulasi mengaburkan aset negara.


Publik tentu boleh berspekulasi. Jika seorang Ketua KONI berani mengganti plat kendaraan milik negara tanpa rasa bersalah lalu bagaimana dengan pengelolaan dana hibah KONI yang bersumber dari APBD Tubaba setiap tahunnya?


Di tengah minimnya transparansi penggunaan dana hibah persepsi dugaan miring sangat mungkin muncul. Apakah dana itu digunakan sesuai dengan peruntukannya? Prestasi olahraga apa yang telah dicapai oleh KONI Tubaba selama kepemimpinannya?


Sudah saatnya prinsip moral, transparansi, dan akuntabilitas dijadikan fondasi dalam setiap kepemimpinan publik tak terkecuali dalam organisasi olahraga daerah. KONI bukan sekadar institusi seremonial yang menyalurkan dana hibah atau sebatas mengibarkan bendera di setiap pertandingan.


Nama lembaga yang bertanggung jawab membina generasi muda, membangun semangat sportivitas, serta menjaga integritas dunia olahraga dari praktik-praktik yang mencederai nilai dasar kepemimpinan.


KONI adalah wajah prestasi daerah. Namun jika pemimpinnya justru menampilkan tindakan-tindakan yang sarat pelanggaran moral dan etika birokrasi maka publik layak kecewa. Moralitas integritas pemimpin perlu dipertanyakan.


Saatnya Pemkab Tubaba, Inspektorat dan DPRD turun tangan. Publik harus diberi penjelasan resmi bagaimana prosedur peminjaman mobil dinas bisa terjadi tanpa surat? Apakah Kepala Dinas Pendidikan terlibat? Apakah penggunaan dana hibah KONI telah diaudit dengan baik?


Sekali lagi kita tidak bisa berharap prestasi olahraga tumbuh dari kepemimpinan yang memelihara praktik-praktik abu-abu. Semangat sportivitas dimulai dari keteladanan. Dan keteladanan itu hanya tumbuh dari moralitas yang kokoh dari seorang pemimpin. (Red)

Jumat, 25 Juli 2025

Juli 25, 2025

Akhirnya ...! Polisi Gadungan Ditangkap

Tulang Bawang Barat |Prokontra.news |- Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) Polres Tulang Bawang Barat berhasil mengungkap kasus dugaan tindak pidana Penipuan dan/atau Penggelapan dengan modus menjadi Polisi gadungan, yang terjadi pada pada Rabu,Tanggal  28 Agustus 2024 sekitar pukul 11.30 Wib di Tiyuh Kagungan Ratu Kec.Tulang Bawang Udik Kab.Tulang Bawang Barat, Provinsi Lampung, Pelapor yang merupakan Korban inisial DR (32), Warga Tiyuh Kagungan Ratu Kec. Tulang Bawang Udik Kab. Tulang Bawang Barat, sedangkan tersangka yang berhasil diidentifikasi Inisial IFY (22) Warga Tiyuh Kagungan Ratu Kec.Tulang Bawang Udik Kab. Tulang Bawang Barat.


Kapolres Tulang Bawang Barat AKBP Sendi Antoni, S.I.K., M.I.K. melalui Kasat Reskrim Iptu H. Tosira, S.H., M.H. menyampaikan bahwa pengungkapan “Kasus Penipuan Dan atau Penggelapan melanggar Pasal 372 Dan atau 378 Kuhpidana, Kejadian terjadi di rumah korban dengan modus sebagai polisi gadungan,  ini merupakan komitmen kepolisian dalam memberantas segala bentuk penyalahgunaan simbol dan atribut negara untuk tindakan melawan hukum. Jumat (25/07/2025)


Barang bukti (BB) yang diamankan antara lain : berbagai atribut resmi dan palsu menyerupai kepolisian seperti seragam PDH dan PDLT Polri, rompi hitam bertuliskan Polisi, dasi dengan logo, sepatu, pangkat Bripda, borgol, serta beberapa kaos dan jaket bertuliskan satuan khusus seperti Jatanras, Tekab 308, dan Quick Response Team.


Kronologis Kejadian, Peristiwa terjadi pada hari Rabu, Tanggal 28 Agustus 2024 sekitar pukul 11.30 WIB di rumah korban DR,  Pelaku IFY dengan modus menyamar sebagai anggota Polri lengkap dengan atribut resmi dan mendatangi rumah korban. Ia menawarkan kepada adik korban DRS, bantuan untuk masuk menjadi anggota polisi, dengan janji dapat dibantu oleh koneksinya di Polda.


Awalnya, korban menolak karena keterbatasan biaya, namun pelaku terus meyakinkan hingga korban menyetujui dan mulai memberikan uang secara bertahap. Total kerugian korban akibat modus tersebut mencapai Rp170.000.000.


Korban baru mengetahui bahwa pelaku bukanlah anggota Polri setelah mendapat informasi dari Bhabinkamtibmas setempat. Merasa tertipu, korban langsung melaporkan kejadian tersebut ke Polres Tulang Bawang Barat.


Kronologis Penangkapan, Menerima laporan dari  masyarakat, anggota gabungan dari Si Propam dan Sat Reskrim Polres Tulang Bawang Barat serta Polsek Tumijajar  bergerak cepat dan berhasil mengamankan pelaku di kediamannya pada hari Rabu tanggal 23 Juli 2025  Pelaku berikut sejumlah barang bukti yang digunakan untuk memperdaya korban diamankan petugas, Selanjutnya membawa pelaku ke Polres Tulang Bawang Barat guna dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, " ujar Kasat Reskrim Iptu H. Tosira, S.H., M.H.


"Kini pelaku telah diamankan di Mapolres Tulang Bawang Barat dan menetapkan  IFY sebagai tersangka dan  menjalani proses hukum lebih lanjut dan penyidik masih melakukan pengembangan dan tidak menutup kemungkinan ada korban lain " pungkasnya


Kepada Tersangka dijerat dengan Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dan/atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan, Ancaman pidana: paling lama 4 (empat) tahun penjara. (Red)

Senin, 21 Juli 2025

Juli 21, 2025

Koperasi Merah Putih : Menciptakan Mental Koruptif Baru di Desa

Penulis :

Ahmad Basri 

Ketua : K3PP Tubaba 

Tulang Bawang Barat | Prokontra.news | - Program Koperasi Merah Putih (KMP) yang digagas Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto telah menjadi “ Magnet” di kalangan masyarakat desa. Dengan semangat dan slogan pemerataan ekonomi dan pembangunan berkeadilan berbasis pada akar rumput pedesaan, program tersebut digadang-gadang sebagai solusi konkret untuk mengatasi ketimpangan sosial - ekonomi yang selama ini mengakar.


Bahkan pemerintah mengalokasikan dana sangat besar mencapai 240 triliun hingga 250 triliun dan ini salah satu suntikan anggaran terbesar dalam sejarah koperasi di indonesia. Dimana setiap koperasi desa akan mendapatkan pinjaman modal sebesar 3 miliar yang wajib dikembalikan dalam tempo beberapa tahun kemudian.


Sekilas memang tampak mulia dengan pinjaman uang 3 miliar. Namun di balik gegap gempita retorika pembangunan desa, setidaknya diprediksi akan muncul tanda - tanda ironi lama yang tak kunjung diselesaikan. Apalagi kalau bukan watak mental jiwa koruptif yang sudah mengakar di lapisan birokrasi desa hingga elite lokal. Watak itu kini tumbuh subur bak benalu di musim hujan.


Mengambil sedikit pernyataan dari Bung Hatta, Bapak Koperasi Indonesia pernah pernah menyatakan bahwa Koperasi adalah alat perjuangan ekonomi rakyat yang berlandaskan pada asas kekeluargaan dan keadilan sosial.


Dan pandangan ini diakomodir secara eksplisit dalam konstitusi kita, UUD 1945 Pasal 33 ayat (1) “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.” Landasan legalitas formal inilah yang menjiwai berdirinya koperasi sebagai amanah undang undang dasar 1945.


Ironisnya wajah ekonomi kita justru menjauh dari cita-cita tersebut. Sebaliknya yang hadir justru sistem ekonomi bercorak kapitalisme-liberalisme, di mana koperasi hanya menjadi hiasan administratif atau sebatas kendaraan mencari proyek. 


Dalam sejarahnya ribuan koperasi di Indonesia tumbang karena satu persoalan klasik tidak lain penyalahgunaan wewenang pengurusnya yang berjiwa koruptif. Laporan Kementerian Koperasi dan UKM menunjukkan bahwa lebih dari 80% koperasi yang tidak aktif atau bubar, disebabkan karena kegagalan manajerial, konflik internal, dan praktik moral hazard dari pengelolanya.


Maka pertanyaannya apakah Koperasi Merah Putih akan mengulang sejarah gelap yang sama? Di banyak daerah pendirian koperasi Merah Putih tidak dilandasi oleh kesadaran ideologis membangun ekonomi kolektif.


Justru banyak pengurus terpilih merupakan aparatur desa, elite lokal, hingga orang-orang dekat kekuasaan yang melihat koperasi sebagai adang proyek. Mereka berebut posisi bukan karena ingin membangun koperasi rakyat tapi demi mengakses dana pinjaman 3 miliar yang dijanjikan.


Sama seperti fenomena pemilihan kepala desa yang kini kian pragmatis. Ingin jadi kepala desa bukan karena semangat pengabdian namun karena tergiur dengan Dana Desa yang mencapai miliaran rupiah setiap tahun. Hasilnya melahirkan potensi penyimpangan dan pembentukan mental korupsi baru pun sangat besar di desa.


Koperasi Merah Putih bisa saja menjadi wajah baru dari korupsi berjamaah di desa yang dibungkus dengan jargon ekonomi rakyat. Kita harus belajar dari skandal dana desa di berbagai daerah, dimana ratusan kepala desa kini berurusan dengan penegak hukum karena penyalahgunaan anggaran.


Dibalik itu program koperasi Merah Putih harus diakui sangat sarat dengan pencitraan kepentingan politik kekuasaan. Bukannya menjadi ruang perjuangan ekonomi kerakyatan. Saatnya kita kembali ke makna asli koperasi sebagaimana diajarkan Bung Hatta. (Red)





Sabtu, 19 Juli 2025

Juli 19, 2025

Reses Wakil Rakyat : Bukan Sebatas Menyusun Menu Harapan Belaka

Penulis :

Ahmad Basri 

Ketua : K3PP Tubaba


Tulang Bawang Barat | Prokontra.news |- Berbagai pemberitaan media online belakangan ini, kita banyak melihat wakil rakyat disibukan dengan kegiatan reses. Istilah reses menjadi bagian yang tak terpisahkan dari agenda kerja wakil rakyat.


Dalam bingkai demokrasi perwakilan kegiatan reses harus menjadi momen emas bagi wakil rakyat sebagai penyambung lidah rakyat. Bukan penyambung lidah kosong belaka.


Tujuan reses adalah sederhana untuk menyerap aspirasi konstituen memahami denyut nadi persoalan serta membawanya ke ruang -ruang kebijakan. Pertanyaannya benarkah? reses menjadi ajang menyerap aspirasi atau justru menjadi ladang panggung tebar pesona.


Kegiatan reses adalah amanah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014  khususnya Pasal 72. Disebutkan reses anggota dewan adalah melakukan kegiatan di luar masa persidangan, baik di dapil masing - masing maupun dalam bentuk kunjungan kerja. 


Makna reses bukanlah kegiatan sukarela tetapi kewajiban konstitusional. Negara membayar semua ongkosnya dari akomodasi hingga laporan hasil reses. Sepatutnya kegiatan reses bukan sekadar formalitas saja atau rutinitas yang hampa makna dan harus disertai pertanggungjawaban.


Di dalam reses idealnya berbentuk dialog interaktif antara wakil rakyat dan konstituennya. Forum reses semestinya membuka ruang curhat publik dimana rakyat menyampaikan keluhan, saran, bahkan kritik tajam terhadap kebijakan pemerintah.


Disinilah wakil rakyat diuji apakah hadir untuk mendengar atau sekadar bicara? Di banyak tempat reses kerap berubah menjadi monolog sepihak. Wakil rakyat lebih banyak menyampaikan program-program yang telah berjalan ketimbang menyimak keluhan masyarakat.


Bahkan tak jarang forum reses dijadikan ajang pencitraan seperti bagi - bagi sembako, spanduk ucapan, hingga dokumentasi berlebihan untuk konten media sosial. Semuanya agar terlihat bekerja dimata publik. Pola kerja semacam ini masih terasa terlihat setiap selesai reses.


Ironisnya setelah reses usai..! banyak aspirasi masyarakat tak pernah kembali diberi kabar. Laporan hasil reses yang diserahkan ke sekretariat dewan hanya menjadi tumpukan kertas tanpa implikasi kebijakan nyata. Reses hanya menjadi tumpukan dokumen tanpa makna.


Pertanyaan kembali timbul apakah hanya dalam reses suara masyarakat layak didengar? Apakah jika tidak dalam jadwal reses jeritan rakyat suara rakyat lalu terus diabaikan? Faktanya banyak wakil rakyat abai, bahkan tertutup terhadap suara publik di luar masa reses. Ini yang terjadi. Mereka sibuk dengan kenikmatannya sendiri.


Ketika rakyat mendatangi kantor dewan untuk menyampaikan keluhan biasanya hanya disambut oleh pintu kosong atau staf protokoler. Sebaliknya kantor kadang sepi. Biasanya disambut alasan klasik lagi sibuk DL (Dinas Luar). Hasil DL kadang pun tidak jelas manfaatnya.


Setidaknya menunjukkan lemahnya budaya representasi dan rendahnya kepekaan politik wakil rakyat. Kita berharap jangan sampai reses wakil rakyat dengan masyarakat hanya sebatas menyusun daftar menu harapan belaka, tanpa realisasi. (Red)

Rabu, 16 Juli 2025

Juli 16, 2025

Tidak Terima..! Warga Tubaba Laporkan Ustaz dan ASN ke APH Diduga Nikahkan Istri Sah

Tulang Bawang Barat | Prokontra.news | - Dugaan permasalahan kasus pernikahan ilegal (tidak resmi) kembali mencuat, yang dialami oleh warga di Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba), Provinsi Lampung. dengan telah dilaporkan Ustaz Sunaryo dan Sukardi (Ibu Mertua), diketahui merupakan salah satu Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kecamatan Kota Gajah, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung, karena telah menikahkan seorang perempuan yang masih berstatus istri sah dari pria lain, tanpa adanya surat cerai atau putusan resmi dari  pengadilan agama.


Laporan tersebut telah dilayangkan ke Polres Gunung Sugih sejak 20 Mei 2024. Namun hingga lebih dari satu tahun berlalu, pelapor mengaku belum mendapatkan kepastian hukum dari pihak kepolisian.


 “Kami kecewa karena sudah beberapa kali mendatangi Polres, tapi belum ada tindakan apa pun. Mereka hanya menyebut masih dalam proses pencarian bukti, padahal semua keterangan saksi dan dokumen sudah kami serahkan,” ujar pelapor yang meminta identitasnya dirahasiakan, Rabu (16/7/2025).


Selanjutnya, masyarakat Tiyuh Way Sido, Kecamatan Tulang Bawang Udik, Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba) tempat terjadi peristiwa tersebut, Robensyah salah satu warga menyampaikan keprihatinannya atas sangat lambatnya proses hukum dalam perkara tersebut hingga saat ini belum membuahkan hasil dengan ditetapkannya tersangka, " terangnya.


 “ Sudah hampir dua tahun kasus ini bergulir, tapi belum satu pun yang ditetapkan sebagai tersangka, tentu kami mendesak Kapolres Gunung Sugih untuk bertindak cepat dan transparan, agar korban mendapat keadilan,” tegasnya.


Untuk diketahui, pernikahan Ilegal bisa dipidana secara hukum, tidak dibenarkan menikahkan seseorang yang masih terikat pernikahan sah tanpa bukti perceraian resmi dan jika dilakukan telah melanggar ketentuan Pasal 279 KUHP tentang pernikahan yang bertentangan dengan hukum, selain itu, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menegaskan bahwa pembuktian status cerai dari pengadilan adalah syarat mutlak, jika itu tidak dimiliki seseorang belum bisa menikah kembali.


Jika terbukti bersalah, pihak yang menikahkan dalam hal ini Bapak Ustaz Sunaryo dan Ibu Sukartik dapat dijerat pidana karena dianggap turut serta dalam perbuatan melawan hukum.


Hingga berita ini diturunkan, pihak Polres Gunung Sugih belum memberikan keterangan resmi. Wartawan media online&cetak Prokontra.news akan terus memantau perkembangan kasus ini dan menyampaikan informasi terbaru dari aparat penegak hukum.


Pengirim berita : (Robensyah)

Rabu, 09 Juli 2025

Juli 09, 2025

Gabungan Wartawan Indonesia Berkolaborasi Dengan Team Paralegal ABR Siap Ungkap dan Tindaklanjuti Temuan Kasus


Tulang Bawang Barat | Prokontra.news | - Gabungan Wartawan Indonesia (GWI) Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba) Berkoloborasi dengan Team Paralegal Advokad Bela Rakyat (ABR) Indonesia,  membahas tindak lanjut tentang banyaknya temuan dilapangan, permasalahan yang berasal dari Instansi Pemerintah sampai BUMN.


Tepatnya pada hari ini, Ketua intelijen investigasi GWI (Gabungan Wartawan Indonesia) Kabupaten Tubaba Rezqi mengunjungi Kantor Team Paralegal Advokat Bela Rakyat (ABR) Indonesia yang dibina langsung Kiay Hermawan S.Hi, M.H. C.M, S.H.E, Selaku Dewan Pembina ABR guna untuk Berkoloborasi, berkoordinasi serta membahas tentang kasus - kasus yang ditemukan di Kabupaten Tubaba, Provinsi Lampung, pada Rabu ( 9/07/ 2025).


Selanjutnya, Ketua Intelijen Investigasi GWI Tubaba, Rezqi langsung berkoordinasi dengan Holidi Cpl, selaku Team Paralegal Advokat Bela Rakyat (ABR) Indonesia yang juga Kabiro Media Cetak dan Online konkrit.news Kabupaten Tulang Bawang Barat dan Tulang Bawang.


Dalam pertemuan tersebut, kami membahas tentang adanya kasus di Kabupaten Tubaba seperti,

1. Kepalo Tiyuh (Kati) yang diduga  menyalahgunakan Dana Desa (DD).

2. Kepala Sekolah (Kepsek) yang melakukan disinyalir melakukan penyimpangan Anggaran Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

3. Kepala Puskesmas yang diduga bermain dengan Dana anggaran Box dan BPJS.

4. Oknum Mafia pupuk subsidi untuk petani.

5. Oknum yang terlibat dalam pengecoran Minyak/BBM.

6. Oknum PLN yang bermain  KWH Listrik.

7. Kadis yang terindikasi korupsi anggaran dana negara.

8. Aparat penegak hukum yang diduga  menyalahgunakan kekuasaan dan wewenang.


Dalam agenda pembahasan tersebut, Holidi Cpl, memberikan tanggapan jika hal itu benar terjadi, maka akan mengumpulkan dan  mempersiapkan bukti - bukti yang akurat dan akan dilaporkan ke pihak berwajib yang membidanginya di wilayah setempat, selanjutnya jika terjadi tutup mata dan tutup telinga dengan adanya dugaan -dugaan tersebut, akan di laporkan ke-level hukum yang lebih tinggi karena  masih ada kawan terdekat kita di level hukum yang lebih tinggi, siap selalu menunggu kasus - kasus yang tertunda dari bawah, " tegas Holidi Cpl.


Tentu, Team Paralegal Advokat Bela Rakyat (ABR) Indonesia siap diajak untuk turun ke lapangan dalam mengumpulkan Bukti - bukti kongkrit serta siap Berkolaborasi dengan Gabungan Wartawan Indonesia (GWI) Kabupaten Tubaba dan Provinsi Lampung.


Pengirim berita : (Robensyah)

Rabu, 02 Juli 2025

Juli 02, 2025

Camat Tulang Bawang Udik Pimpin Monev di Tiyuh Way Sido Tubaba


Tulang Bawang Barat | Prokontra.news |- Camat Tulang Bawang Udik Iwan Setiawan S.H, M.H, melaksanakan Monitoring dan evaluasi (Monev) Dana Desa tahap 1 tahun 2025 bertempat di Balai Tiyuh Way Sido, Kecamatan Tulang Bawang Udik (TBU), Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba), Provinsi Lampung. Rabu (02/07/2025).


Monev tersebut dilaksanakan sebagai upaya memastikan Realisasikan pengelolaan Dana Desa (DD) sesuai Rencana dan tidak melanggar aturan.


Kegiatan ini bertujuan untuk mengecek dan menelaah data realisasi penggunaan Dana Desa (DD) mulai dari tahap 0% hingga 50%. Proses monitoring dilakukan oleh pendamping desa bersama aparatur Tiyuh sebagai bentuk pembelajaran dalam penyusunan laporan pertanggung jawaban (SPJ).


Roliansyah, S.H selaku Kepalo Tiyuh Way Sido, menyampaikan bahwa Monev tidak hanya menyasar kegiatan fisik, tetapi juga mencakup kegiatan nonfisik seperti Badan Usaha Milik Tiyuh (BUMT), Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT-DD).


“ Kami berharap tim monitoring dan evaluasi serta Badan Permusyawaratan Tiyuh (BPT) dapat turun langsung ke lapangan untuk memberikan pembinaan. Hal ini penting agar ke depan kegiatan di Tiyuh kami tidak mengalami kendala atau menimbulkan permasalahan, " terangnya.


Selanjutnya Kepalo Tiyuh Roliansyah, S.H  menambahkan, ”bahwa dalam pelaksanaan monev tersebut, tim hanya memberikan teguran terkait teknis administrasi, seperti penulisan nama dalam SK TPK yang tidak diperbolehkan menggunakan gelar, serta adanya kekeliruan dalam SPJ, " pungkasnya.


Kegiatan tersebut dihadiri oleh Iwan Setiawan S.H, MH Camat TBU, Roliansyah, S.H. Kepalo Tiyuh Way Sido, Mardianto Sekcam TBU, Tim Evaluasi dari Kec. TBU, BPT, Babinsa, Pendamping dlDesa, dan Aparatur Tiyuh Way Sido, tutupnya.


Pengirim berita : (Robensyah)

Jumat, 27 Juni 2025

Juni 27, 2025

18 KPM Warga Gading Kencana Tubaba Terima BLT-DD Tahun 2025


Tulang Bawang Barat | Prokontra.news| - Pemerintahan Tiyuh Gading Kencana, Kecamatan Tulang Bawang Udik, Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba), Provinsi Lampung, menyalurkan Bantuan Lansung Tunai Dana Desa ( BLT-DD ) Kepada 18 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Di wilayah setempat.


Pada kesempatan tersebut, Pj. Kepalo Tiyuh Gading Kencana Isyah Anshori menyampaikan, masyarakat yang mendapatkan bantuan BLT-DD tahun 2025 untuk setiap bulannya sebanyak 18 KPM (Keluarga Penerima Manfaat) sebesar Rp 300.000  (Tiga Ratus Ribu Rupiah) per KPM, ucapnya, pada Kamis (26/06/2025).


Penyaluran bantuan BLT-DD dihadiri oleh Babinkamtibmas dan Babinsa serta seluruh Aparatur Tiyuh Gading Kencana, adapun tujuan menyalurkan bantuan kepada masyarakat guna membantu meringankan beban perekonomian masyarakat.


Salah satu warga masyarakat setempat  penerima BLT-DD mengucapkan terimakasih kepada Pj. Kepalo Tiyuh Gading Kencana atas kepeduliannya terhadap masyarakat  yang tidak mampu, tutupnya.


Pengirim berita : (Robensyah)

Rabu, 25 Juni 2025

Juni 25, 2025

Kampung Pancasila di Tubaba : Perenungan Ideologis Atau Sebatas Ornamen Semata?

 

Penulis : 

Ahmad Basri 

Ketua : K3PP Tubaba

(Oleh Ahmad Basri : Ketua K3PP Tubaba)


Tulang Bawang Barat |Prokontra.news|- Pada 25 Juni 2025, salah satu media sebut saja Melayu Post, memberitakan “ Cuplikan ” pembangunan tugu Kampung Pancasila di Tiyuh Margodadi, Kecamatan Tumijajar, Kabupaten Tulang Bawang Barat - Tubaba. Akan tetapi penulis menggaris bawahi tidak bermaksud mengomentari aspek fisik proyek tersebut secara teknis sebagaimana dilaporkan media di atas. 


Ada sisi lain yang  setidaknya lebih menarik dengan berbagai macam pertanyaan yang mengusik. Penulis sekedar bertanya apakah pembangunan “ Monumen ” Benar - benar bentuk penguatan ideologis tentang nilai - nilai Pancasila atau sekadar pembangunan simbolik semata?


Buktinya di beberapa lokasi yang sudah berdiri “ monumen” Kampung Pancasila Kumuh cenderung kurang terawat.


Secara kasat mata pembangunan monumen kampung Pancasila adalah program milik institusi militer (TNI), bagian dari upaya merawat Nasionalisme dan Ketahanan Ideologis bangsa di tengah arus globalisasi dan tantangan Isme - isme Transnasional.


Sekali lagi kita patut bertanya lebih dalam lagi apakah pembangunan Kampung Pancasila Benar - benar menyentuh inti nilai-nilai Pancasila atau hanya berhenti sebagai Proyek Ornamen dan Ritualisasi Simbolik semata?


Sebagai dasar negara dan ideologi bangsa, Pancasila adalah fondasi paling kokoh dari eksistensi Indonesia modern. Kita sudah menyaksikan bagaimana Pancasila berhasil menghadapi rongrongan ideologi lain, baik dari kanan ekstrim berbasis agama seperti DI/TII (Kartosuwiryo), maupun dari kiri ekstrem seperti PKI (1948 dan 1965)


Namun demikian dalam realitas hari ini Pancasila tidak lagi dihadapkan pada ancaman ideologi asing “ kanan - kiri “  yang bersenjata. Ancaman itu kini hadir dalam bentuk yang lebih samar yakni pengingkaran nilai-nilainya oleh bangsa sendiri. 


Kita jarang melihat adanya tindakan upaya “ Subversif “ ingin mengganti Pancasila tetapi kita justru menyaksikan sendiri bagaimana nilai-nilainya dikerdilkan dalam praktik sosial, ekonomi, politik, dan birokrasi sehari-hari. Itu yang kita lihat sehari - hari dan itu nyata didepan mata bukan Utopis.


Oleh Karena itu masalah terbesar Pancasila hari ini sesungguhnya bukan terletak pada hilangnya simbol atau monumennya. Justru sebaliknya simbolisasi Pancasila sering berlebihan dan kadang kosong dari makna nilai.


Problem terbesar adalah menurunnya keteladanan dan praktik nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Apakah kita benar-benar menjunjung tinggi sila Ketuhanan ketika korupsi merajalela bahkan dalam institusi keagamaan?


Dan yang paling tragis sila Keadilan Sosial tampak menjadi Utopia di tengah kesenjangan ekonomi yang kian lebar dan penumpukan kekayaan di tangan segelintir elit. Bagaimana jutaan hektar tanah bisa dipegang oleh segelintir orang. Lapangan pekerjaan sulit dan pengangguran terus tumbuh subur.


Pembangunan Kampung Pancasila yang tidak dibarengi dengan Transformasi nilai dan pembentukan karakter masyarakat akan menjadi proyek artifisial. Sekadar menancapkan monumen tanpa membina Praksis Ideologis adalah pengingkaran terhadap makna Pancasila itu sendiri.


Kita tidak ingin Kampung Pancasila menjadi mirip proyek “ Taman Ideologi ” yang hanya dipenuhi mural dan tugu tetapi kehilangan roh kehilangan jati diri. Sebagai masyarakat kita tentu mendukung segala bentuk penguatan ideologi kebangsaan. Namun dukungan itu harus diberikan dengan prasyarat bahwa upaya tersebut bersifat substantif bukan seremonial.


Sesungguhnya Pancasila tidak membutuhkan tugu “ Monumen “ untuk tetap hidup namun butuh keteladanan dan keberanian untuk menegakkan nilai-nilainya. Kita mesti jujur bertanya pada diri sendiri apakah kita sudah berpancasila dalam tindakan atau hanya dalam kata-kata?


Jangan - jangan kita masih menjadi manusia penghafal lima sila tanpa mengamalkannya. kita yang sesungguhnya mengkhianati Pancasila justru adalah mereka yang rajin menyebut namanya, tetapi enggan mewujudkan keadilan sosial di lingkungan sekitar.


Jangan - jangan kita menjadikan Pancasila sekadar hiasan pidato dan mural dinding sekolah. Sudah saatnya kita berpindah dari Ritualisasi Ideologi menuju Praksis Etis. Pancasila tidak cukup dihafalkan, didirikan tugunya, atau diperingati tanggal lahirnya. Pancasila harus dipraktikkan dalam kebijakan publik yang adil dalam pelayanan yang tidak korup.


Dengan berdirinya Kampung Pancasila di berbagai tiyuh di Tubaba, marilah kita renungkan apakah kita hanya menanam tugu atau juga sedang menanam nilai dalam hati warga? Apakah kita hanya membangun monumen atau sedang membangun kesadaran? (Red)

Minggu, 22 Juni 2025

Juni 22, 2025

Indonesia Masih Jauh Melahirkan Pemimpin Seperti Ayatullah Ali Khamenei - Iran

 

Penulis : 

(Oleh Ahmad Basri

Ketua : K3PP Tubaba

(Sarjana Ilmu Hubungan Internasional)


Tulang Bawang Barat | Prokontra.news | - Judul tulisan di atas merupakan “ pertanyaan “ hasil diskusi ringan dan sederhana di pagi hari “WA’ dari sahabat saya seorang jurnalis bernama Mirhan. Sosoknya buat saya adalah orang yang sedikit “menyebalkan” tapi kali ini perlu mendapatkan apresiasi apa yang ia pertanyakan. Pertanyaan itu menarik bagi saya yang “ hoby “ menulis.


Pertanyaan sahabat saya “ Mirhan “ bisa jadi sebuah bentuk kegelisahan tentang model pemimpin yang ada di Indonesia ketika melihat sosok seorang Ayatullah Ali Khamenei. Serta menjadi “imajinasi” bagi penulis untuk membangun tulisan “opini” lebih dalam lagi.


Ayatullah Ali Khamenei adalah pemimpin tertinggi Iran saat ini dan merupakan figur kuat yang melanjutkan warisan besar revolusi Islam Iran 1979. Ayatullah Ali Khamenei menjabat sejak 1989 menggantikan Ayatullah Ruhollah Khomeini seorang tokoh revolusi sekaligus pendiri Republik Islam Iran.


Sebagai Supreme Leader Ayatullah Ali Khamenei memiliki otoritas tertinggi atas semua urusan negara, militer, kehakiman, dan media. Semua ada dalam genggamannya. Kepemimpinannya menunjukkan kombinasi antara kekuatan spiritual seorang ulama dan kekuasaan politik yang absolut dalam sistem teokrasi modern. Ayatullah Ali Khamenei bukan hanya pemimpin politik tetapi juga penjaga pintu ideologis dan moral bangsa Iran.


Jika dipertanyakan mungkinkah Indonesia masa depan akan memiliki pemimpin seperti Ayatullah Ali Khamenei sebagaimana kegelisahan pertanyaan sahabat saya Mirwan diatas. Indonesia tampaknya masih sangat jauh dari kemungkinan melahirkan seorang pemimpin yang memiliki kekuatan spiritual dan politik seperti Ayatullah Ali Khamenei.


Dalam konteks politik dan sosial Indonesia hari ini bahkan untuk menumbuhkan satu pemimpin yang secara lahir dan batin bersandar penuh pada nilai - nilai Islam saja sudah terasa sulit, apalagi jika dibandingkan dengan tokoh revolusioner seperti Ayatullah Ali Khomeini. Ayatullah Ali Khameini adalah figur langka. Ayatullah Ali Khamenei adalah seorang ulama besar, pemimpin spiritual, sekaligus kepala negara dengan kekuasaan politik absolut. 


Ayatullah Ali Khamenei sangat disegani dan dihormati karena keteguhan imannya serta kedalaman ilmunya dan  keberaniannya menantang hegemoni dunia barat khususnya di kawasan Timur Tengah. Hal ini dibuktikannya dengan memberi pelajaran militer kepada Israel atas sikap agresinya di tanah Palestina. Dunia islam saat ini begitu hormat dengan sikap politik yang diambilnya atas kedzoliman Israel selama ini.


Bagaimana model kepemimpinan di Indonesia yang mayoritas umatnya beragama islam. Indonesia mayoritas pemimpin nasional lahir dari proses politik yang sangat pragmatis. Budaya demokrasi elektoral yang kita anut cenderung melahirkan pemimpin dari kelas “Islam abangan” bukan dari kalangan santri atau ulama. Islam abangan adalah mayoritas mendominasi wajah islam indonesia. Istilah anak zaman sekarang islam “KTP”. 


Islam abangan sesungguhnya istilah yang dikembangkan oleh seorang sosiolog terkemuka Clifford Geertz  “Islam abangan” adalah tipe keberislaman yang bersifat simbolik dan kultural tidak terlalu taat secara ritual dan cenderung sinkretik terhadap tradisi lokal. Islam abangan adalah mereka yang beragama Islam, tapi tidak menjadikan nilai-nilai Islam sebagai pemandu utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.


Dari presiden ke presiden rasanya sangat sulit kita “Indonesia” menghasilkan sosok yang betul-betul mencerminkan kepemimpinan spiritual Islam. Sebagai contoh Jokowi “ mantan presiden” sering identik dengan Islam kultural Jawa “ kejawen” yang tidak mengakar ke tradisi pesantren - santri. Sama dengan Prabowo lebih mewakili nasionalisme militer bukan Islam ideologis.


Keduanya Jokowi - Prabowo dengan segala pencapaiannya masuk kategori islam abangan. Tidak menunjukkan ciri khas sebagai pemimpin muslim yang visioner dalam membangun peradaban Islam. Bahkan (maaf) untuk urusan shalat wajib pun kadang publik sering mempertanyakan konsistensi dan keteladanannya. Masih bolong - bolong.


Pertanyaannya selanjutnya mungkinkah Indonesia memiliki sosok pemimpin seperti Ayatollah Ali Khamenei. Jawabannya mungkin secara teoritis bisa tetapi tidak dalam waktu dekat dan bukan dalam sistem politik yang ada sekarang. Indonesia adalah negara yang sangat plural secara agama, etnis, dan budaya. Persoalan besarnya konstitusi “ UUD 45 “ tidak memungkinkan berdirinya negara teokratis ala seperti Iran. Sistem politiknya sangat berbeda. Karena itu  lahirnya figur “ulama revolusioner” seperti Ayatullah Ali Khamenei akan selalu berbenturan dengan realitas sosial keagamaan.


Namun bukan berarti umat Islam di Indonesia tidak bisa melahirkan pemimpin yang spiritual dan berintegritas seperti Ayatullah Ali Khamenei. Yang dibutuhkan Indonesia hari ini bukan hanya pemimpin yang pintar secara teknokratis atau kuat secara politis tetapi pemimpin yang berani menegakkan keadilan atas dasar iman. Pemimpin yang tidak menjadikan Islam sekadar alat mobilisasi politik tetapi sebagai cahaya peradaban.


Pemimpin seperti ini mungkin tidak akan lahir dari proses pemilu yang transaksional seperti saat ini. Akan tetapi dari kesadaran kolektif umat islam untuk memperbaiki arah bangsa melalui pendidikan, dakwah, dan gerakan moral. Cuma itu yang dapat kita lakukan hari ini. Mungkin kita butuh waktu 100 - 150 tahun lagi melahir semangat pemimpin seperti Ayatollah Ali Khamenei. Ini bukan pandangan pesimistik tentang pemimpin model pemimpin hari ini. 


Setidaknya waktu bukan masalah selama arah perjuangan tetap ditujukan untuk melahirkan pemimpin yang tak hanya cerdas secara duniawi tapi juga kuat secara rohani. Melihat pemimpin rajin ibadah bisa baca Al Qur’an saja umat sudah senang.(Red)

Juni 22, 2025

Para Petinggi PT. SGC : Apa Sebenarnya Yang Dicari, Uian Integritas Kejaksaan Agung

 

Penulis :

Ahmad Basri 

Ketua : K3PP Tubaba


Tulang Bawang Barat | Prokontra.news | - Beberapa hari lalu tiga lembaga swadaya masyarakat dari Provinsi Lampung menggelar aksi damai di depan kantor Kejaksaan Agung RI. Mereka mendesak agar proses penyelidikan terhadap dua petinggi PT. Sugar Group Companies (SGC) yakni Purwanti Lee “ nyoya lee” dan Gunawan Yusuf dilakukan secara terbuka dan tuntas. Nama keduanya disebut-sebut dalam kesaksian sidang tindak pidana korupsi terkait dugaan suap senilai Rp50 miliar yang menyeret oknum makelar kasus di Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar.


Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Zarof mengaku menerima sejumlah uang yang menurut kesaksiannya berasal dari petinggi SGC. Pernyataan ini mengejutkan publik karena menyiratkan keterhubungan antara korporasi besar dan proses penegakan hukum tingkat tinggi. Jika ini benar adalah ancaman serius bagi prinsip keadilan.


Kesaksian Zarof Ricar membuat Kejaksaan Agung merespons dengan memanggil sejumlah pihak untuk dimintai keterangan termasuk dua nama yang disebut diatas . Namun hingga kini belum ada pernyataan resmi yang menjelaskan secara rinci tahapan proses hukumnya. Ketertutupan ini menimbulkan banyak pertanyaan publik dan sekaligus mengundang asumsi-asumsi liar yang seharusnya bisa dicegah dengan keterbukaan informasi.


Di kalangan masyarakat Lampung PT. SGC dikenal sebagai korporasi besar yang memiliki pengaruh ekonomi signifikan. Namun tidak sedikit yang menganggap bahwa perusahaan ini terlalu kuat untuk disentuh hukum. Berbagai laporan atau aduan publik kerap tidak mendapatkan tindak lanjut. Persepsi ini benar atau tidak, berbahaya bagi kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum.


Salah satu tuntutan yang mengemuka dari para pengunjuk rasa adalah pengukuran ulang lahan Hak Guna Usaha (HGU) milik PT. SGC. Tuntutan ini penting karena luas dan batasan HGU yang tidak jelas dapat membuka celah konflik agraria. Pengukuran ulang dapat menjadi langkah awal untuk mengurai potensi pelanggaran tata kelola lahan.


Namun pengalaman menunjukkan bahwa permintaan pengukuran ulang HGU sering kali tidak membuahkan hasil. Contoh nyatanya adalah konflik lahan antara masyarakat Lima Keturunan Bandar Dewa dengan PT. Huma Indah Mekar (HIM) di Tulang Bawang Barat. Meski telah ada keputusan administratif dari BPN dan pemerintah daerah akan tetapi proses pengukuran ulang lahan seluas 1.470 hektar belum kunjung dilakukan alias mandek.


Kasus SGC ini tidak hanya menyangkut dugaan suap pengadilan tetapi juga membuka babak baru dalam memahami dinamika hubungan antara modal besar, kekuasaan politik lokal.dan hukum. Sudah menjadi rahasia umum bahwa perusahaan-perusahaan besar kadang memiliki peran dalam pemilihan kepala daerah. Dukungan tersebut sering dipandang sebagai investasi politik jangka panjang yang sarat dengan nuansa kepentingan.


Pertanyaannya apakah keterlibatan para petinggi perusahaan besar seperti SGC dalam dunia politik lokal semata-mata untuk tujuan bisnis ?. Ataukah hal itu dilakukan demi menjaga kepentingan internal yang lebih kompleks seperti penguasaan lahan, perizinan dan struktur monopoli pasar ?.


Jika keterlibatan tersebut dimaksudkan untuk mempengaruhi arah kebijakan publik atau proses penegakan hukum, maka kita berhadapan dengan bentuk oligarki yang nyata dan di mana korporasi tidak hanya menjadi pelaku ekonomi, tetapi juga aktor politik bayangan yang sangat berkuasa. Ini sangat berbahaya.


Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung kini berada dalam sorotan. Proses hukum terhadap nama-nama besar harus dijalankan dengan transparan dan akuntabel. UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik mewajibkan badan publik untuk memberikan informasi kepada masyarakat terutama dalam hal-hal yang menyangkut kepentingan umum.


Jika publik melihat ada ketimpangan perlakuan hukum antara warga biasa dan tokoh korporasi maka narasi "hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah" akan semakin menguat. Dan jika keadilan dirasa tidak hadir maka jangan heran jika ruang-ruang protes akan berpindah dari pengadilan ke jalanan dan media sosial.


Kita perlu mencatat bahwa perkara ini bukan semata perkara individu atau perusahaan. Ini adalah ujian terhadap keberanian institusi negara dalam melawan dominasi modal dan kekuasaan. Ketika keadilan hanya bisa dicapai oleh yang kuat maka republik ini sedang berada dalam krisis paling mendasar. Karena itu publik harus tetap bersuara. Media harus tetap mengawal. Dan aparat penegak hukum harus tetap berdiri di atas konstitusi bukan di bawah bayang-bayang oligarki. (Red)

Rabu, 18 Juni 2025

Juni 18, 2025

Seni Budaya Melekat di Hati Masyarakat


Penulis :

Heriyanto 

(Wartawan Madya Tubaba)


Tulang Bawang Barat | Prokontra.news | - Perlu dipahami dan dimaknai seni budaya adalah segala sesuatu yang diciptakan oleh manusia, baik berupa karya seni maupun perilaku, yang mencerminkan nilai-nilai, kepercayaan, dan cara hidup suatu kelompok masyarakat, dan diwariskan secara turun temurun.


Seni dan Budaya sangat berkaitan erat, karena seni adalah bagian dari budaya yang menjadi wadah bagi ekspresi seni. Dan bermanfaat memperkuat identitas budaya, meningkatan kreativitas dalam mengembangkan berbagai keterampilan sekaligus warisan Budaya.


Seni budaya mencakup berbagai aspek seperti seni rupa, seni musik, seni tari, seni sastra, serta adat istiadat, tradisi, dan sistem nilai dalam suatu masyarakat. 


Seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Lampung Utara dalam merayakan Hari Ulang Tahun Kabupaten yang ke-79, dengan menampilkan berbagai seni dan kendaraan hias. 


Kemegahan perayaan Hut itu menyulut semangat warga masyarakat dari Desa hingga pusat Kota.


Tentunya, dalam perayaan Hut ini merupakan sejarah Budaya yang kini bangkit kembali di jantung Kabupaten Lampung Utara yang tercinta. Mengapa tidak, ribuan mata memandang dalam kemeriahan dari berbagai Pawai dan Kendaraan hias yang mewarnai Kabupaten setempat.


Acara yang berlangsung di halaman Gedung PKK (eks Makam Pahlawan), Kecamatan Kotabumi Selatan, pada Selasa siang 17 Juni 2025 ini bukan sekadar pawai biasa. Ini adalah ledakan warna, tarian, dan kreativitas yang membakar semangat kebangsaan.


Melihat semangat masyarakat yang penuh kegembiraan, Bupati Lampung Utara Hamartoni langsung membuka acara Pawai tersebut. Dengan didampingi oleh Wakil Bupati Romli dan jajaran Forkopimda, pejabat tinggi Daerah, hingga tokoh masyarakat.


Tampak hadir, Dandim 0412/LU, Letkol Inf. Hery Eko Prabowo bersama istri, Kajari Hendra Syarbaini, S.H., M.H., Kapolres yang diwakili IPDA M. Ghani, S.Tr.K, Sekda Drs. Lekok, M.M., serta tokoh-tokoh wanita inspiratif seperti Ketua TP-PKK drg. Meri Farida Hamartoni dan Ketua DWP Hj. Halliana Daila Lekok, S.E., M.M.


Kehadiran mereka tak lain untuk berkumpul bersatu dalam semangat membangun Lampung Utara bermartabat.


Bupati Hamartoni juga menegaskan, kegiatan tersebut bukan sekadar perayaan, tetapi kelestarian budaya yang terus dijaga.


Disamping itu juga, pawai kendaraan hias itu bukan sekadar hiasan, melainkan cerminan jiwa masyarakat Lampung Utara yang penuh semangat, kreatif dan bangga terhadap budayanya.


Dalam perayaan Hut ke-79 Lampung Utara ini mengusung tema “Melangkah Bersama Menuju Lampung Utara Bermartabat (Maju, Aman, dan Sejahtera)".


Pawai ini menjadi ladang subur bagi pelaku budaya dan UMKM untuk unjuk kreativitas, Ekspresi budaya membuncah, kostum mencolok berjejer bak parade kerajaan masa silam, dan kendaraan hias berubah menjadi istana mini berjalan.


Tak main-main, Pemerintah Kabupaten Lampung Utara memberikan penghargaan dalam bentuk piala dan piagam kehormatan, sebagai bentuk apresiasi kepada para peserta kendaraan hias terbaik. Juri-juri berkompeten menilai dengan cermat aspek kreativitas, estetika, dan nilai kearifan lokal.


Diiringi dengan menaikan bendera, yang diiringi dengan ucapan " Bismillahirrahmanirrahim dan diikuti suara gong ", seketika barisan peserta mengalir seperti sungai yang mengalir deras membawa identitas dan harapan, dengan warga bersorak ria, kamera berkilatan, dan semangat juang menyala terang di dada semua yang hadir.


Sorakan dan tepuk tangan Masyarakat, akan menjadi catatan sejarah tersendiri dalam kepemimpinan Bapak Hamartoni selaku Bupati Lampung Utara.  (Red)



Juni 18, 2025

Pentingnya Menulis Untuk Membangun Eksistensi Diri

 

Penulis :

Ahmad Basri 

Ketua : K3PP Tubaba


Tulang Bawang Barat | Prokontra.news |- Di tengah derasnya arus informasi yang serba cepat dan dangkal, aktivitas menulis tampak semakin tertinggal. Masyarakat kita lebih gemar berbicara daripada menulis, dan lebih sibuk berkomentar daripada merenung. Dalam situasi semacam ini menulis menjadi sebuah tindakan kontemplatif reflektif pemikiran. Menulis bukan hanya sekedar aktivitas bahasa melainkan membangun keberadaan keberadaan “ aku menulis maka aku ada “.


Narasi ini bukan sekadar permainan kata dari adagium lama “ Cogito, ergo sum milik René Descartes “. Jika berpikir membuktikan keberadaan maka menulis adalah cara mengatakannya kepada dunia. Omongan atau pikiran bisa menguap sebatas “omon - omon” tetapi tulisan tidak. Tulisan akan menjadi jejak warisan intelektual. Warisan ide, gagasan, dan pemikiran.


Sayangnya budaya menulis “membaca” di Indonesia belum tumbuh kuat seperti di negara - negara maju lainnya. Indeks minat baca kita masih sangat rendah, dan  secara langsung berdampak pada rendahnya budaya literasi menulis. Hal ini terlihat dari minimnya kontribusi tulisan-tulisan reflektif dari masyarakat umum dalam ruang publik. Group - group WA misalkan hanya diisi oleh “celotehan” yang cenderung tidak bermakna. 


Padahal sejarah bangsa ini dibentuk oleh pemikir penulis besar. Soekarno, Hatta, hingga Tan Malaka adalah para penulis dengan ide reflektif yang luar biasa. Tulisan karya mereka hingga hari ini masih dapat dilihat. Mereka merumuskan konsep kebangsaan, kemerdekaan, dan keadilan melalui teks yang menggugah.


Tan Malaka menulis Madilog sebagai tawaran kerangka berpikir materialisme, dialektika, dan logika bagi kaum pergerakan. Pramoedya Ananta Toer bahkan di tengah keterbatasan “ penjara “ di Pulau Buru, menulis sebagai bentuk perlawanan dan penyelamatan akal sehat. Pram pernah mengatakan bahwa  “ Orang boleh pandai setinggi langit tapi selama tidak menulis akan hilang dalam masyarakat dan dari sejarah.”


Menulis adalah cara melawan lupa. Dalam dunia yang cepat melupakan, tulisan menjadi ruang penyimpanan kesadaran berpikir kritis. Dalam konteks sosial-politik hukum menulis adalah tindakan politis untuk mempengaruhi ruang publik membangun daya nalar kesadaran kritis. 


Dengan menulis setidaknya akan mencatat tentang ketidakadilan, membongkar kepalsuan, membongkar kebohongan dan menyuarakan yang tak terdengar. Dalam konteks pribadi tentu menulis adalah ruang menyusun ulang makna dalam personal diri. Setidaknya dengan menulis minimal menjadi tempat bagi untuk berdialog dengan dirinya sendiri.


Menulis juga melatih kesabaran intelektual tidak mudah emosional. Berbeda dengan komentar spontan di media sosial, menulis memerlukan waktu, kerangka berpikir, dan tanggung jawab atas setiap kata yang ditulis. Menulis bukan sekadar hanya bicara melainkan menimbang dan menyatakan. Menulis menuntut kejujuran dan kejelasan pikiran.


Satu catatan yang menarik dari seorang filsuf pemikir Albert Camus bahwa “tugas seorang penulis adalah mencegah peradaban menghancurkan dirinya sendiri.” Maka ketika masyarakat dilanda polarisasi, kebencian, dan berpikir simple, maka menulis menjadi jalan untuk merawat nalar publik. Di situlah letak tanggung jawab seorang penulis baik itu sebagai seorang jurnalis, dosen, aktivis, pelajar atau siapa. Dengan menulis meminjam istilah Rocky Gerung membangun akal sehat.


Tentu tidak semua orang akan menjadi penulis atau suka menulis. Tetapi setiap orang dapat dan perlu menulis minimal untuk dirinya sendiri. Menulis tentang diri pribadi, catatan harian, refleksi peristiwa , semua itu adalah latihan keberadaan. Dalam ruang sunyi itulah manusia bertemu dengan dirinya sendiri. Maka ketika dunia terasa riuh dan menyesakkan dengan menulis bisa menjadi ruang bernapas. Menulis bukan bentuk pelarian melainkan penyelamatan.


Saya menulis bukan karena saya hebat tetapi karena saya ingin tetap ada. Di dunia yang mudah melupakan dengan tulisan adalah rumah tempat pulang dalam ruang dialog pemikiran. Dalam tulisan, saya bicara berpikir dan bertahan. Dengan tulisan “ Menulis ” setidaknya minimal orang akan mengenal atau tahu tentang siapa diri kita. (Red)

Senin, 16 Juni 2025

Juni 16, 2025

Relawan (R2TB) dan Legal Standing “ Subyek Hukum” Argumen Sempit Refleksi Sidang DKPP


Penulis :

Ahmad Basri 

Ketua : K3PP Tubaba


Tulang Bawang Barat | Prokontra.news | - Sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang digelar 13 Juni 2025 di Sekretariat KPU Lampung menyajikan lebih dari sekadar Sengketa Etik semata. Namun membuka perdebatan “ Dialektik Kritis ” yang jauh lebih substansial yakni siapa yang berhak menjaga integritas pemilu yang sesungguhnya. 


Kasus yang menyeret Bawaslu Kabupaten Tulang Bawang Barat sebagai teradu mengemuka setelah laporan pengaduan “ Ahmad Basri ” yang tergabung dalam Relawan Rakyat Tubaba Bersatu (R2TB) dipersoalkan legalitasnya. Masalahnya bukan semata substansi laporan melainkan siapa yang menyuarakannya.


Tentu ini menjadi kajian diskursus yang menarik. Apakah Pengadu yang tergabung dalam wadah R2TB tidak memiliki legal standing “ Subyek Hukum “ sebagai pengadu di DKPP RI sebagaimana yang dipermasalahkan di ruang sidang.


Bawaslu Tubaba berpendapat bahwa pelapor haruslah pihak “ orang berkepentingan langsung” sebagai peserta pemilu atau entitas formal lainnya atau yang tercatat di KPU Tubaba. Logika Formalistik Administratif ini yang mencuat di persidangan, Seolah - olah di luar itu tak memiliki hak konstitusional.


Padahal landasan yuridis konstitusional sudah jelas. Lihat dalam UUD 45 Pasal 1 Ayat (2), Pasal 22E Ayat (1 ), Pasal 28E Ayat (3) dan Pasal 28F. Dan Undang - Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dalam Pasal 448 (1) dan (2). Tidak eksplisit bahwa hanya peserta pemilu yang berhak melapor jika ada kecurangan dalam Pemilu - Pilkada. Artinya, ada ruang partisipasi publik tetap terbuka dan itulah Ruh Demokrasi yang sesungguhnya.


Mengunci tafsir argumen legal standing “ Subyek Hukum ”, hanya pada aktor formal semata adalah bentuk Eksklusivisme Demokrasi yang menyesatkan dan tidak demokratis serta menutup partisipasi publik dalam pemilu pilkada. Pengawasan tidak boleh menjadi Monopoli Elite penyelenggara atau peserta pemilu. Demokrasi adalah sistem yang bekerja karena mata publik selalu mengawasi.


Jika masyarakat sipil, relawan atau jurnalis, tidak diberi ruang untuk melapor, maka pemilu hanya menjadi Seremoni Legitimasi kekuasaan, dan bukan ajang pertarungan gagasan dan integritas bagaimana membangun Nilai - nilai kejujuran. 


Para ahli hukum tata negara seperti Bivitri Susanti dan Zainal Arifin Mochtar misalkan, telah berkali-kali menegaskan bahwa rakyat adalah pihak yang paling berkepentingan terhadap pemilu yang jujur. Jika hasil pemilu dimanipulasi maka yang pertama dirugikan adalah pemilih itu sendiri. Artinya, posisi rakyat bukan sekedar penonton melainkan subjek utama dalam sistem pengawasan elektoral dalam Pemilu - Pilkada.


Dalam konteks relawan seperti R2TB haruslah ditempatkan sebagai mitra bukan sebaliknya diposisikan sebagai musuh dalam pemilu tapi garda sipil yang merawat proses demokrasi dari bawah yang tumbuh dari akar rumput. Relawan hadir di Ruang -ruang yang tak terjangkau lembaga formal yang bergerak di pelosok, di Dusun - dusun, di TPS , dan dibalik ketidak pedulian publik. Menafikan peran relawan berarti membiarkan ruang gelap pemilu pilkada tetap tak tersentuh cahaya.


Legal standing dalam konteks ini tak bisa semata diukur dari aspek formal administratif. Harus dilihat sebagai bagian dari semangat konstitusional bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat. Menolak laporan relawan berarti membungkam suara rakyat anti demokrasi.


Dan demokrasi seperti ini diingatkan oleh Jimly Asshiddiqie mantan ketua DKPP RI  bahwa demokrasi tak akan hancur oleh kekuasaan melainkan oleh diamnya rakyat. Diam tak peduli “ Apatisme " dengan segala bentuk kecurangan dan kebohongan.


Harus dipahami bahwa kasus pengadu yang tergabung dalam Relawan Rakyat Tubaba Bersatu ( R2TB ) bukan sekedar sengketa di DKPP semata. Namun cermin dan mempertegas betapa sistem demokrasi masih gamang memberi ruang pada rakyat untuk berpartisipasi secara kritis dan terbuka. Kita masih memilih dan terus bertahan dalam tafsir argumen sempit yang membungkam partisipasi publik.  (Red)


Juni 16, 2025

Etika Pemilu di Meja DKPP - Keputusan Final dan Mengikat : Hati Yang Legowo

Penulis :

Ahmad Basri 

Ketua : K3PP Tubaba


Tulang Bawang Barat | Prokontra.news | - Pemilu adalah instrumen kedaulatan rakyat dalam demokrasi, kehilangan makna jika penyelenggaranya abai pada etika. Integritas yang disalahgunakan dan pengawasan yang lemah menjadikan pemilu sekadar rutinitas prosedural tanpa jiwa. Oleh karena itu saya mengadukan Bawaslu Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba) ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).


Langkah ini bukan didorong kepentingan politik pribadi atau dendam pribadi, melainkan sebagai ikhtiar warga negara untuk menjaga marwah demokrasi. Pengawas pemilu bukan hanya petugas administratif melainkan benteng keadilan elektoral. Pemilu atau pilkada bukan persoalan prosedural administratif memilih pemimpin tapi bagaimana tahapan proses berjalan jujur atau tidak. Karena pemimpin yang dipilih harus memiliki legitimasi moral bukan cacat moral karena kecurangan.


Sidang DKPP secara terbuka sudah dilaksanakan di Sekretariat KPU Lampung, 13 Juni 2025, hal ini tentu menjadi ruang pengujian nilai dan integritas. Saya sebagai pengadu telah menyampaikan fakta dan bukti dugaan pelanggaran etik Bawaslu Tubaba. Sidang ini penting untuk memastikan bahwa penyelenggaraan pemilu tetap berjalan lurus.


DKPP harus memastikan bahwa penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu) bekerja sesuai prinsip moral dan etika publik.  Harus dicatat DKPP tidak menangani pidana pemilu atau sengketa administratif melainkan hal yang lebih fundamental yakni masalah etika publik. Etika bukan pelengkap hukum melainkan fondasi kepercayaan. Keberpihakan, pembiaran, atau kolusi terselubung oleh penyelenggara pemilu bukan hanya pelanggaran prosedur, tetapi juga pelanggaran martabat demokrasi.


Selain itu poin paling penting putusan DKPP bersifat final dan mengikat sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Keputusan ini tak bisa diganggu gugat oleh siapapun, termasuk Bawaslu apalagi oleh penggugat. Mengabaikan putusan DKPP adalah pembangkangan hukum dan pengkhianatan terhadap integritas demokrasi. Seluruh penyelenggara pemilu wajib tunduk pada putusan DKPP.


Mengadukan Bawaslu ke DKPP memang tidak populer pelapor sering menghadapi tekanan atau stigmatisasi. Namun demokrasi tak tumbuh tanpa keberanian moral rakyat. Semoga tindakan ini menginspirasi daerah lain bahwa publik dapat mengontrol penyelenggara pemilu sebab etika tak bisa ditawar dan rakyat berhak menuntut penyelenggara yang jujur, bersih, dan adil.


Tubaba mungkin hanya satu dari ratusan kabupaten di Indonesia tetapi mengajarkan bahwa demokrasi dimulai dari hal kecil. Keberanian mengadukan dugaan pelanggaran dan keyakinan bahwa suara rakyat tak boleh dikorbankan. Saya hanya ingin keadilan ditegakkan dan putusan DKPP dihormati. Jika lembaga etik tak ditaati demokrasi akan kehilangan arti.


Semoga pesan dari Tubaba sampai ke seluruh Indonesia. Keadilan pemilu terjaga jika kita berani mengawal etikanya.  Pengaduan ke DKPP hingga sidang 13 Juni 2025 sesungguhnya bukan persoalan menang atau kalah melainkan soal moral dan etika. Keputusan DKPP apapun bentuknya harus diterima dengan lapang dada. 


Harus menjadi catatan bahwa kebenaran bisa dibelokkan tetapi kebenaran tak bisa dikalahkan. Kebenaran akan menemukan jalannya sendiri. (Red)

Selasa, 10 Juni 2025

Juni 10, 2025

Pemasangan Portal Jalan di Tubaba : Dimana Landasan Hukumnya ?

Penulis : 

Ahmad Basri 

Ketua : K3PP Tubaba 


Tulang Bawang Barat | Prokontra.news | - Pemasangan portal di sejumlah jalan kabupaten di Tulang Bawang Barat (Tubaba) perlu dipertanyakan. Apa dasar hukumnya ? Apakah sudah ada Peraturan Daerah (Perda) yang secara khusus mengatur soal pemasangan portal di jalan kabupaten ? Hal ini pernah menimbulkan polemik beberapa bulan lalu.


Dalam pemahaman penulis belum ada Perda yang secara khusus mengatur pemasangan portal jalan kabupaten di Tubaba. Jika demikian maka tindakan pemasangan portal tanpa dasar hukum yang jelas bisa dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran kewenangan.


Perlu diingat bahwa Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) bukanlah instansi yang memiliki kewenangan untuk memasang portal di jalan raya. Pemasangan rambu lalu lintas, pembatas jalan, atau portal secara spesifik berada di bawah kewenangan Dinas Perhubungan karena berkaitan langsung dengan manajemen lalu lintas dan keselamatan pengguna jalan.


Walaupun Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan. Harus diingat UU tersebut masih bersifat umum dan tidak secara spesifik mengatur teknis dan wewenang pemasangan portal dan apalagi di level jalan kabupaten.


Yang lebih memprihatinkan adalah ketika kepala tiyuh (kepala desa) memasang portal di jalan kabupaten dan bahkan menggunakan dana desa untuk membiayainya. Ini merupakan tindakan diluar kewenangan dan bisa berbuntut pada pelanggaran hukum khususnya dalam hal penggunaan anggaran desa yang tidak sesuai peruntukan.


Kepala tiyuh hanya bisa memasang portal jika itu berada di jalan desa dan sudah ada Peraturan Desa (Perdes) yang mengaturnya. Untuk jalan kabupaten, keputusan tersebut harus diambil oleh pihak yang berwenang dan dilandasi oleh regulasi yang jelas dan sah.


Fungsi legislasi berada di tangan DPRD bersama eksekutif. Artinya, jika benar-benar dibutuhkan pengaturan soal pemasangan portal maka solusinya bukan tindakan sewenang-wenang, melainkan mendorong lahirnya Perda sebagai dasar hukum yang sah.


Tanpa itu semua segala bentuk pemasangan portal di ruang publik, apalagi jalan kabupaten berpotensi melanggar hukum dan mencederai prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. 


Penulis berharap DPRD bersama Pemerintah bisa segera melahirkan perda secepatnya tentang pemasangan portal jalan kabupaten. Jika tidak ada perda jangan salahkan jika ada portal jalan yang akhirnya diprotes warga atau dirubuhkan. 


Perlu diingat jangan menegakan peraturan tapi melanggar aturan. (Red)