Breaking news

Sabtu, 16 Agustus 2025

Panjat Pinang Jejak Kolonial Dalam Ritual Kemerdekaan : Tradisi Mentalitas Terjajah

 
Penulis 

Ahmad Basri

Ketua : K3PP Tubaba


Tulang Bawang Barat | Prokontra.news |- Tepat pada tanggal 17 Agustus 2025, Indonesia genap berusia 80 tahun merdeka. Setiap sudut kampung dan kota semarak oleh bendera merah putih, lomba-lomba rakyat serta berbagai perayaan kemerdekaan lainnya.


Tradisi paling populer di masyarakat tidak lain adalah panjat pinang. Batang pinang dilumuri oli hitam agar sedikit licin. Mereka tergelincir, tertawa, jatuh, bangkit lagi, penonton bersorak dan bertepuk tangan.


Sebagai perenungan tradisi tersebut menyimpan sejarah kelam yang jarang diungkap dan jarang diulas. Panjat pinang bukanlah “budaya asli” Indonesia melainkan permainan hiburan untuk orang-orang Belanda di masa penjajahan.


Setiap “muda - mudi “ Belanda ketika mengadakan pesta di kalangan mereka sendiri panjat pinang adalah salah satu hiburannya. Alat permainannya sebagai  “boneka” hiburan dicarinya anak - anak pribumi. 


Dalam catatan sejarah Belanda panjat pinang dikenal sebagai Klimmast atau Klimpalen. Sebuah permainan rakyat yang digunakan untuk merayakan pesta ulang tahun kerajaan atau perayaan elite kolonial.


Pada masa itu panjat pinang diselenggarakan bukan untuk rakyat justru untuk menghibur para tuan tanah “kaum bourjuis” dan pejabat Hindia Belanda di tanah jajahan.


Anak - anak pribumi dijadikan tontonan permainan, berlumuran lumpur serta diolesi minyak, berebut hadiah kecil di atas tiang tinggi. Sementara para penjajah duduk tertawa menyaksikan kegagalan demi kegagalan mereka memanjat pinang.


Tradisi panjang pinang bukanlah simbol perlawanan rakyat terhadap kolonial penjajah. Melainkan simbol penindasan dimana anak - anak pribumi dijadikan alat hiburan. Ironisnya hingga kini masih “dilestarikan” dan seakan - akan lambang semangat kemerdekaan.


Ketika kita melanggengkan panjat pinang sebagai tradisi kemerdekaan tanpa sadar juga melanggengkan warisan kolonial yang merendahkan rakyat. Ketika lomba 17-an “ panjat pinang ” hanya menjadi ajang hiburan dan konsumsi semata. kita kehilangan kedalaman makna dari perjuangan kemerdekaan yang berdarah-darah.


Kemerdekaan sejatinya bukan sekadar bebas dari penjajahan namun juga bebas dari tradisi mentalitas terjajah. Tradisi yang kita ulang tanpa pemahaman kritis berisiko mengabadikan “simbol” penjajah yang tak relevan dengan nilai kemerdekaan.


Atau jangan - jangan kita memang sudah masa bodoh tentang panjat pinang sebagai warisan kolonial penjajah. Hari inipun 80 tahun kita merdeka masih tetap terjajah oleh kolonial londo ireng. Penjajah londo ireng lebih kejam dari londo sesungguhnya. Londo ireng ternyata kita sendiri. (Red)