Ahmad Basri
Ketua : K3PP Tubaba
Tulang Bawang Barat | Prokontra.news | - Musibah seharusnya menjadi momen empati dan solidaritas bukan panggung drama kebohongan. Beberapa waktu lalu warga Tiyuh Gunung Katun Tanjungan, Kecamatan Tulang Bawang Udik, Tulang Bawang Barat (Tubaba), dikejutkan oleh peristiwa kebakaran rumah milik Eko Sahri alias Bandarsyah.
Dalam suasana duka itu, Pemerintah Kabupaten melalui Bupati dan Baznas serta Dinas Perkimta pun turun tangan memberikan bantuan, menunjukkan kepedulian terhadap warganya. Namun kini menguap ke permukaan apakah kebakaran itu benar-benar musibah atau skenario yang disengaja ?
Sejumlah media yang turun melakukan investigasi mengungkap dugaan yang mencengangkan. Kebakaran tersebut bukan karena korsleting listrik sebagaimana klaim awal, tetapi diduga sengaja dibakar oleh pemilik rumah sendiri. Lalu motifnya apa ? Kabarnya berkaitan dengan konflik internal dalam keluarga.
Jika dugaan ini benar maka persoalannya tidak lagi sederhana. Ini bukan hanya soal rumah terbakar, tetapi soal kebohongan yang membakar kepercayaan publik. Sebab dalam kebohongan itu, ada uang negara, ada kepercayaan dari pejabat publik, dan ada empati masyarakat yang diselewengkan.
Kebohongan kepada negara atau pejabat publik untuk mendapatkan keuntungan keuangan bisa masuk dalam ranah pidana.
Pasal 378 KUHP tentang penipuan jelas mengatur: “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu, martabat palsu, tipu muslihat, atau rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu, memberikan hutang ataupun menghapuskan piutang, dihukum karena penipuan dengan hukuman penjara selama - lamanya empat tahun.”
Pasal ini adalah delik biasa. Artinya, penyelidikan bisa berjalan tanpa perlu adanya laporan korban. Dan dalam kasus ini korban bisa dikatakan adalah institusi negara itu sendiri yakni Bupati, Baznas, dan secara luas tentunya publik.
Sudah sepatutnya polisi menjadikan pemberitaan media ini sebagai bahan awal untuk penyelidikan. Klarifikasi, pengumpulan bukti, hingga pemanggilan saksi sangat layak dilakukan untuk memastikan tidak ada penyimpangan hukum. Sebab kasus ini bukan sekadar perkara pribadi. Sudah menjadi konsumsi publik dan menyulut kegaduhan di tengah masyarakat.
Kita tentu berharap bahwa dugaan itu tidak benar. Namun jika terbukti, maka keadilan harus ditegakkan. Negara tidak boleh kalah oleh kebohongan, apalagi oleh skenario murahan yang mengorbankan solidaritas dan empati sosial.
Jangan sampai rumah yang terbakar itu justru menjadi simbol bahwa yang benar dikubur, yang palsu diberi panggung. (Red)