Breaking news

Selasa, 03 Juni 2025

Pasar Semi Moderen Pulung Kencana : Simbol Ambisi Atau Gagal Rekayasa Pembangunan?


Penulis :

Ahmad Basri 

Ketua : K3PP Tubaba


Tulang Bawang Barat | Prokontra.news |- Di penghujung masa jabatan Umar Ahmad sebagai Bupati Tulang Bawang Barat, dibangunlah sebuah mega proyek bernama Pasar Semi Moderen Pulung. Proyek mercusuar ini memakan biaya hampir Rp105 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) melalui skema pembiayaan multi-year dan pihak ketiga.


Sejak awal, proyek ini telah menimbulkan banyak tanda tanya, tidak hanya karena anggaran yang fantastis, tetapi juga karena proses pembangunan yang disinyalir menyimpang dari spesifikasi konstruksi yang seharusnya.


Pasar yang dulunya merupakan pusat aktivitas perdagangan tradisional masyarakat Pulung Kencana, dirombak menjadi bangunan dua lantai dengan desain yang disebut - sebut berarsitektur "setengah jadi" – dinding kusam tanpa cat, infrastruktur seadanya, dan minim perencanaan matang. Harapannya, pasar ini menjadi simbol kemajuan dan wajah baru ekonomi Tubaba. Namun realitas berkata lain.


Alih-alih menjadi pusat pergerakan ekonomi rakyat, Pasar Semi Moderen Pulung Kencana kini mangkrak, terbengkalai, bahkan bertransformasi menjadi ruang yang tidak sesuai dengan fungsi awalnya. Lantai dua yang awalnya disiapkan untuk pedagang kini kosong melompong, dan satu per satu pedagang lantai dasar pun mulai hengkang. Di malam hari, pasar ini justru menjadi tempat hiburan musik dan warung kopi, jauh dari esensi sebuah pasar rakyat.


Pemerintah daerah awalnya merancang pengelolaan pasar melalui konsep BLUD (Badan Layanan Umum Daerah), yang dalam teori memungkinkan pengelolaan pasar lebih fleksibel dan efisien seperti badan usaha. 


Namun dalam praktiknya, pengurus BLUD tersangkut kasus korupsi, dan sistem manajemen pasar pun mati sebelum berjalan. Tidak ada mekanisme pelayanan, tidak ada transparansi, dan tidak ada daya dorong ekonomi yang menjanjikan.


Bisa dikatakan, Pasar Semi Moderen Pulung Kencana adalah bayi prematur yang dipaksa lahir sebelum waktunya. Tidak ada riset pasar, tidak ada kajian ekonomi mikro daerah, dan tidak ada pertimbangan tentang daya beli masyarakat yang saat itu sedang terpukul krisis ekonomi. Proyek ini tampak lebih sebagai obsesi pembangunan daripada solusi untuk kebutuhan nyata warga Tubaba.


Tanggal 3 Juni 2025, dilangsungkan "soft opening" Papuke Foodcourt, sebuah inisiatif baru yang memanfaatkan lantai dua pasar untuk kegiatan kuliner berbasis UMKM. Gagasan ini tentu patut diapresiasi karena mencoba menghidupkan kembali denyut ekonomi lokal. Namun, pertanyaan besarnya adalah: apakah ini solusi struktural atau hanya tambal sulam kosmetik semata?


Jika UMKM dipaksa menempati ruang yang bukan diperuntukkan bagi mereka sejak awal, lalu bagaimana dengan pedagang pasar yang menjadi ruh utama tempat ini ? Alih fungsi secara sepihak ini justru memperlihatkan bahwa kebijakan pembangunan yang gagal kini ditutupi dengan narasi pemberdayaan ekonomi yang baru. Ada aroma rekayasa citra untuk menutupi kegagalan yang mendasar.


Penulis berpendapat bahwa lokasi strategis untuk pengembangan kuliner UMKM seharusnya ditempatkan di kawasan Islamic Center, yang lebih layak dari segi akses, tata ruang, hingga daya tarik publik. Pasar semi modern Pulung seharusnya dikembalikan pada fungsinya sebagai pusat perdagangan rakyat.


Pemerintahan baru di Tubaba punya pekerjaan rumah yang besar. Menghidupkan kembali pasar rakyat yang telah kehilangan ruhnya. Kembalikan para pedagang tradisional ke tempat ini, bukan malah mengalih fungsikan bangunan tanpa evaluasi menyeluruh. Jika tidak, kita hanya akan terus menyaksikan lahirnya kebijakan-kebijakan "malas berpikir", yang hanya memindahkan masalah tanpa menyentuh akar persoalan.


Pasar Semi Moderen Pulung Kencana bukan sekadar bangunan. Ia adalah simbol dari bagaimana kegagalan dalam perencanaan, ketiadaan partisipasi publik, dan arogansi dalam pembangunan bisa menjadi preseden buruk bagi masa depan daerah. (Red)