Penulis :
(Ahmad Basri)
Ketua : K3PP Tubaba
Tulang Bawang Barat | Prokontra.news | - Sejak awal pemerintahannya Presiden Prabowo menggaungkan program makan bergizi gratis sebagai salah satu janji politiknya ketika kampanye.
Program makan gizi gratis diklaim sebagai solusi terbaik mengatasi gizi buruk dan stunting.
Jika ditelisik lebih dalam makan gizi gratis lebih mirip proyek mercusuar yang rapuh pondasinya. Berbiaya besar, rawan manipulasi dan tidak berorientasi pada pembangunan manusia jangka panjang.
Sama dengan Koperasi Merah Putih yang digadang sebagai kendaraan distribusi ekonomi pedesaan akan banyak menimbulkan masalah.
Tidak transparan, rentan korupsi dan hanya menjadi “sapi perah” bagi kelompok tertentu. Lagi - lagi mental korup tercipta.
Bicara makan gizi gratis fakta di lapangan menunjukkan distribusi makanan tidak merata. Plus kualitasnya buruk seperti makanan basi dan manipulasi data penerima.
Mengapa Program Ini Bobrok. Program makan gratis tidak menyasar akar persoalan yakni kemiskinan struktural, pendidikan rendah, dan ketimpangan akses kesehatan.
Memberikan makanan sekali atau dua kali sehari tidak otomatis mengangkat kualitas hidup masyarakat.
Dan uang triliunan rupiah dihabiskan setiap tahun untuk membeli, mengemas, dan mendistribusikan makanan. Anggaran habis dalam hitungan hari tanpa meninggalkan efek jangka panjang.
Sebaliknya di sektor pendidikan, riset dan beasiswa justru kekurangan alokasi dana. Padahal itu yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
Sama dengan koperasi merah putih yang dijadikan lokomotif program ekonomi kerakyatan lebih berfungsi sebagai “proyek politik” ketimbang gerakan rakyat pemberdayaan.
Jika Presiden ingin membangun Indonesia yang kuat mestinya fokus pada program pendidikan gratis di semua level.
Pendidikan gratis di semua level adalah investasi jangka panjang yang terbukti akan melahirkan generasi unggul masa depan.
Banyak negara berkembang berhasil melompat menjadi negara maju karena menanamkan dana besar pada pendidikan.
Sekolah gratis menciptakan efek berantai. Meningkatkan kualitas SDM, mendorong inovasi dan memperkuat daya saing bangsa.
Anak-anak dari keluarga miskin bisa menempuh pendidikan tinggi lalu menjadi agen perubahan di berbagai bidang.
Dampaknya jauh lebih permanen dibandingkan sepiring nasi kotak yang habis dalam sekali makan. Cuma jadi (maaf) taei.
Presiden harus berani mengubah paradigma dari politik perut sesaat menuju politik pendidikan berkelanjutan.Itu yang lebih utama.
Program makan bergizi gratis, koperasi merah putih akan tercatat sebagai proyek bobrok yang menguras APBN dan gagal mengangkat martabat bangsa. (Red)
