Breaking news

Kamis, 18 Desember 2025

Fenomena AI : Ujug-Ujug Jadi Penulis - Menertawakan Diri Sendiri

Penulis : 

Ahmad Basri 

Ketua : K3PP Tubaba


Tulang Bawang Barat | Prokontra.news | -  Kehadiran Artificial Intelligence (AI) di era teknologi informasi yang bergerak begitu cepat hari ini adalah sebuah keniscayaan. AI tak mungkin dihindari.


Dalam hitungan detik bahkan tak sampai satu menit apa pun yang kita cari segera tersaji dihadapan layar.


Hari ini, kita tak lagi kesulitan menemukan data. Padahal, data adalah urat nadi bagi penulis.


Bagi saya yang sejak lama “ berhobi ” menulis, data bukan sekedar bahan mentah, melainkan titik awal berpikir.


Data dikaji, ditimbang, divalidasi , lalu dirangkai menjadi paragraf demi paragraf hingga menjadi sebuah tulisan.


Kemudahan akses data melalui AI kerap disalahpahami. Banyak yang mengira bahwa dengan tersedianya data secara instan, proses menulis pun menjadi instan.


Tidak semua orang yang memiliki data mampu mengolahnya menjadi esai, opini, apalagi tulisan yang bernas dan bertanggung jawab secara intelektual.


Fenomena AI sesungguhnya membuka ruang yang sangat luas bagi siapapun untuk belajar menulis.


Menulis pada dasarnya bukan semata bakat bawaan, melainkan hasil dari proses belajar yang panjang dan berulang.


" Menulis adalah disiplin, melatih kepekaan, ketekunan, dan kejujuran berpikir ".


Seorang penulis tidak lahir dari tulisan panjang yang tiba-tiba. Namun tumbuh dari kalimat-kalimat pendek yang sederhana.


Dari 100 – 300 kata, lalu meningkat menjadi 500, kemudian 1.000, hingga 1.500 kata atau lebih. Semua melalui proses jatuh - bangun, salah - ketik, salah - logika, dan koreksi tanpa henti.


Orang yang tak pernah bergelut dengan proses menulis, ujug - ujug tampil sebagai “ penulis ”, dengan tulisan yang panjang, rapi, dan seolah matang.


Seolah telah menempuh jalan panjang kepenulisan padahal hanya menekan perintah di AI.


Bagi mereka yang terbiasa menulis, membaca dan mengamati karya orang lain, jejak AI dalam sebuah tulisan sesungguhnya mudah dikenali.


Tulisan AI sering tampak canggih tetapi hampa rasa. Bagaimana tidak hampa rasa itu tulisan dari tangan robot.


Kemudian ujug - ujug jadi penulis dengan penulisan yang panjang tanpa proses sebagai penulis sejak awal sesungguhnya sedang menertawakan dirinya sendiri. (Red)