Penulis :
Ahmad Basri
Ketua : K3PP Tubaba
Tulang Bawang Barat | Prokontra.news |- Di tengah derasnya arus informasi yang serba cepat dan dangkal, aktivitas menulis tampak semakin tertinggal. Masyarakat kita lebih gemar berbicara daripada menulis, dan lebih sibuk berkomentar daripada merenung. Dalam situasi semacam ini menulis menjadi sebuah tindakan kontemplatif reflektif pemikiran. Menulis bukan hanya sekedar aktivitas bahasa melainkan membangun keberadaan keberadaan “ aku menulis maka aku ada “.
Narasi ini bukan sekadar permainan kata dari adagium lama “ Cogito, ergo sum milik René Descartes “. Jika berpikir membuktikan keberadaan maka menulis adalah cara mengatakannya kepada dunia. Omongan atau pikiran bisa menguap sebatas “omon - omon” tetapi tulisan tidak. Tulisan akan menjadi jejak warisan intelektual. Warisan ide, gagasan, dan pemikiran.
Sayangnya budaya menulis “membaca” di Indonesia belum tumbuh kuat seperti di negara - negara maju lainnya. Indeks minat baca kita masih sangat rendah, dan secara langsung berdampak pada rendahnya budaya literasi menulis. Hal ini terlihat dari minimnya kontribusi tulisan-tulisan reflektif dari masyarakat umum dalam ruang publik. Group - group WA misalkan hanya diisi oleh “celotehan” yang cenderung tidak bermakna.
Padahal sejarah bangsa ini dibentuk oleh pemikir penulis besar. Soekarno, Hatta, hingga Tan Malaka adalah para penulis dengan ide reflektif yang luar biasa. Tulisan karya mereka hingga hari ini masih dapat dilihat. Mereka merumuskan konsep kebangsaan, kemerdekaan, dan keadilan melalui teks yang menggugah.
Tan Malaka menulis Madilog sebagai tawaran kerangka berpikir materialisme, dialektika, dan logika bagi kaum pergerakan. Pramoedya Ananta Toer bahkan di tengah keterbatasan “ penjara “ di Pulau Buru, menulis sebagai bentuk perlawanan dan penyelamatan akal sehat. Pram pernah mengatakan bahwa “ Orang boleh pandai setinggi langit tapi selama tidak menulis akan hilang dalam masyarakat dan dari sejarah.”
Menulis adalah cara melawan lupa. Dalam dunia yang cepat melupakan, tulisan menjadi ruang penyimpanan kesadaran berpikir kritis. Dalam konteks sosial-politik hukum menulis adalah tindakan politis untuk mempengaruhi ruang publik membangun daya nalar kesadaran kritis.
Dengan menulis setidaknya akan mencatat tentang ketidakadilan, membongkar kepalsuan, membongkar kebohongan dan menyuarakan yang tak terdengar. Dalam konteks pribadi tentu menulis adalah ruang menyusun ulang makna dalam personal diri. Setidaknya dengan menulis minimal menjadi tempat bagi untuk berdialog dengan dirinya sendiri.
Menulis juga melatih kesabaran intelektual tidak mudah emosional. Berbeda dengan komentar spontan di media sosial, menulis memerlukan waktu, kerangka berpikir, dan tanggung jawab atas setiap kata yang ditulis. Menulis bukan sekadar hanya bicara melainkan menimbang dan menyatakan. Menulis menuntut kejujuran dan kejelasan pikiran.
Satu catatan yang menarik dari seorang filsuf pemikir Albert Camus bahwa “tugas seorang penulis adalah mencegah peradaban menghancurkan dirinya sendiri.” Maka ketika masyarakat dilanda polarisasi, kebencian, dan berpikir simple, maka menulis menjadi jalan untuk merawat nalar publik. Di situlah letak tanggung jawab seorang penulis baik itu sebagai seorang jurnalis, dosen, aktivis, pelajar atau siapa. Dengan menulis meminjam istilah Rocky Gerung membangun akal sehat.
Tentu tidak semua orang akan menjadi penulis atau suka menulis. Tetapi setiap orang dapat dan perlu menulis minimal untuk dirinya sendiri. Menulis tentang diri pribadi, catatan harian, refleksi peristiwa , semua itu adalah latihan keberadaan. Dalam ruang sunyi itulah manusia bertemu dengan dirinya sendiri. Maka ketika dunia terasa riuh dan menyesakkan dengan menulis bisa menjadi ruang bernapas. Menulis bukan bentuk pelarian melainkan penyelamatan.
Saya menulis bukan karena saya hebat tetapi karena saya ingin tetap ada. Di dunia yang mudah melupakan dengan tulisan adalah rumah tempat pulang dalam ruang dialog pemikiran. Dalam tulisan, saya bicara berpikir dan bertahan. Dengan tulisan “ Menulis ” setidaknya minimal orang akan mengenal atau tahu tentang siapa diri kita. (Red)