Penulis :
Ahmad Basri
Ketua : K3PP Tubaba
Tulang Bawang Barat | Prokontra.news | - Ijazah Jokowi akhirnya berkembang menjadi salah satu isu kontroversi paling panjang di ranah publik. Kontroversi penuh drama. Padahal sederhana hanya diminta menunjukkan ijazah asli secara terbuka.Tidak lebih.
Kini alur logika berubah menjadi rumit ditambah sikap reaksioner para pendukungnya serta langkah politik hukum yang justru menambah kecurigaan keaslian ijazah.
Terlihat dari diskusi baik di televisi, forum resmi, maupun media sosial, para “pemuja" Jokowi terbukti miskin data argumen. Termasuk (oknum) mantan Jenderal.
Mereka semua bertahan dengan argumen ngotot, mata melotot, dan emosional bukan fakta. Itulah yang mereka peragakan setiap mengupas ijazah Jokowi.
Ketika publik meminta bukti yang muncul justru serangan balik terhadap pihak yang bertanya bahwa pertanyaan itu bentuk penghinaan. Pendekatan tersebut menunjukkan yang bekerja bukan logika.
Sebuah pembelaan kosong yang tidak mampu menjawab pertanyaan mendasar. Jika ijazah Jokowi asli mengapa tidak ditunjukkan saja ke publik ? Bagi publik sangat sederhana tunjukkan ijazah aslinya. Masalah selesai.
Bukan justru membangun argumen “ngawur" bahwa publik tidak berhak meminta Jokowi menunjukan ijazah. Alih-alih menjawab dengan transparansi justru berlindung di balik penegak hukum dengan pelaporan kepolisian.
Mengapa harus menggunakan instrumen hukum untuk membungkam pertanyaan? Dan penegak hukum kepolisian terkesan menjadi bagian tim pembelaan Jokowi. Mengatakan ijazah Jokowi sah. Meminjam pendapat Susno Duadji (Mantan Kabareskrim Polri) sejak kapan kepolisian menjadi hakim?
Harus diingat bahwa dalam negara demokrasi pertanyaan terhadap pejabat publik atau mantan adalah bagian dari hak warga negara bukan tindakan kriminal atau kejahatan. Disitulah kemiskinan logika itu tercipta.
Bangsa yang sehat memerlukan logika yang sehat. Dan logika yang sehat selalu berpihak pada keterbukaan informasi. Dan kebenaran tidak butuh aparat untuk membungkam suara publik. (Red)
