Penulis. :
Ahmad Basri
Ketua : K3PP Tubaba
Tulang Bawang Barat | Prokontra.news |- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tulang Bawang Barat (Tubaba) hari ini menghadapi krisis legitimasi. Bukan karena isu kudeta politik “ mosi tidak percaya “ ketua dewan atau skandal besar lainnya tetapi karena ketiadaan fungsi yang nyata.
Wakil rakyat hadir secara administratif tetapi absen secara fungsional. Dalam bahasa rakyat keberadaan DPRD hanya “ ada seperti ada ” ada gedung, ada gaji, ada fasilitas tapi nyaris tak terasa dampaknya bagi kehidupan masyarakat. Inilah yang dirasakan.
Di tengah berbagai persoalan pembangunan yang menuntut pengawasan serius seperti proyek - proyek mangkrak, pasar semi-modern yang justru merugikan pedagang, praktik penunjukan pejabat yang tidak sesuai prosedur, atau dugaan adanya ijazah palsu, DPRD Tubaba justru terkesan pasif dan diam. Seolah menghindar.
Hanya segelintir orang yang punya nyali bersuara kritis “ Yantoni “ setidaknya yang lebih mewarnai lainya mayoritas diam duduk manis. Inilah fenomena wakil rakyat yang sesungguhnya. Wajah wakil rakyat tubaba. Padahal ada 35 wakil rakyat di gedung dewan.
Padahal fungsi utama lembaga ini adalah mengawasi jalannya pemerintahan dan memastikan anggaran daerah berpihak pada kepentingan publik. Sayangnya fungsi pengawasan itu seperti ditiadakan.
Minimnya sidang-sidang yang tajam absennya suara kritis terhadap kebijakan eksekutif yang bermasalah, dan nihilnya suara atas kegagalan program publik, memperlihatkan bahwa DPRD lebih sibuk menjaga kenyamanan politik daripada menjalankan mandat rakyat. Tidak tampak adanya pergulatan berpikir kritis saling beradu argumentatif baik sesama anggota dewan maupun dengan legislatif.
Lebih parah lagi DPRD seolah kehilangan ruh hubungan dengan konstituennya. Aspirasi rakyat tidak lagi menjadi dasar sikap dan pijakan politik melainkan seringkali diabaikan begitu saja. Tidak banyak forum dengar pendapat, tak ada transparansi laporan kerja, dan tidak jelas sejauh mana anggota dewan benar-benar turun ke wilayah pemilihnya.
Kegiatan Dinas Luar ( DL ) misalkan hanya menjadi aktivitas seremonial yang tidak menambah vitamin semangat kemajuan " wawasan " dan cenderung hanya kegiatan tamasya.
Kondisi ini berbahaya. Ketika DPRD gagal menjalankan fungsi kontrol maka ruang kosong itu bisa diisi oleh praktik-praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Tanpa kritik yang sehat dan pengawasan ketat pemerintah daerah bisa melenggang bebas mengambil keputusan tanpa pertanggungjawaban.
Demokrasi lokal pun kehilangan giginya. Program efisiensi anggaran yang tidak melibatkan dewan adalah bukti nyata. Dewan seolah - olah keberadaannya ditiadakan. Sudah saatnya masyarakat Tubaba bertanya dengan lebih keras apa sesungguhnya yang dikerjakan oleh para wakil rakyat ini?
Untuk apa? mereka digaji dengan uang pajak rakyat jika fungsinya hanya sebagai pelengkap administrasi pemerintahan. Oleh karena itu anggota DPRD harus segera bangkit dari tidur panjangnya...!.
Mereka perlu sadar bahwa jabatan publik adalah amanah bukan kenyamanan. Mereka harus kembali ke lapangan, mendengar keluhan warga, bersikap dan bersuara kritis terhadap kebijakan eksekutif dan menjalankan fungsi penganggaran dengan transparan dan adil. (Red)