Breaking news

Tampilkan postingan dengan label Nasional. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Nasional. Tampilkan semua postingan

Senin, 24 November 2025

November 24, 2025

Lewat Berbagi, Kapolsek Senen Jakpus Sukses Pendekatan Persuasif Dengan Pendemo


Jakarta Pusat | Prokontra.news | - Istana Negara menjadi titik tujuan para pendemo yang berasal dari 15 komunitas Ojek Online (Ojol) untuk menyuarakan rasa keluh kesah mereka kepada Prabowo Subianto, Presiden Republik Indonesia (RI) pada Kamis, (20/11/2025).


Hadir membawa empat poin tuntutan, para pendemo memadati jalan Veteran, tepatnya didepan Istana Negara yang merupakan tempat kediaman utama Presiden RI.


Bersuara lantang, empat aspirasi yang suarakan Pendemo yakni :

1. Regulasi antar makanan dan barang ojol. 

2. Kenaikan tarif antar layanan penumpang ojol. 

3. Tarif bersih yang adil untuk taksi online (ASK). 

4. Undang-undang transportasi online Indonesia. 


Diketahui demo Ojol atas tuntutan tersebut merupakan jilid II, sebagai kelanjutan demo pertama pada beberapa waktu lalu. Dikabarkan pula, dua demonstrasi dengan persoalan lain juga turut berlangsung di wilayah Jakarta Pusat pada hari yang sama.


Demi menjaga keamanan dan kenyamanan serta kondusifitas situasi saat berlangsungnya demo, tentu masa aksi telah mendapat pengawalan serta pengawasan oleh aparat Kepolisian.


Personal Polres Jakarta pusat, juga jajaran Polsek Senen terpantau oleh media berseragam lengkap mengawal aksi demo tersebut, hingga masa membubarkan diri nampak situasi berlangsung aman dan kondusif.


Namun kali ini Aparat Kepolisian hadir tidak hanya mengawal aksi pendemo agar terjaganya  keamanan, tapi mereka juga menyuarakan rasa keperdulian pada Ojol yang tengah memperjuangkan harapannya lewat aksi ini.


Keperdulian Polisi terhadap masa aksi nampak terlihat saat AKP Andre Try Putra, S.I.K., M.H. sebagai Kapolsek Senen, Jakarta Pusat, Polda Metro Jaya ini memimpin anggotanya untuk berbagi snack dan air mineral, disela-sela aksi berlangsung.


Nampaknya, perhatian kecil yang diwujudkan jajaran Polsek Senen tersebut begitu bermanfaat bagi para pendemo. Sebab, terlihat antusias mereka ketika menerima makanan ringan kue roti dan air mineral yang diberikan aparat keamanan ini. 


Sontak moment Polisi berbagi itupun mendapat respon positif dari para pendemo, tidak sedikit mereka yang memuji atas, keperdulian, perhatian dan sikap humanis tersebut. 


Kepada wartawan, AKP Andre Try Putra, S.I.K., M.H. mengatakan snack juga air mineral yang mereka bagikan iyalah sebagai bentuk perduli terhadap sesama umat manusia.


"Ditengah hiruk-pikuk aspirasi yang mengalir di jalan, saya bersama 87 anggota Polsek Senen tidak hanya siaga untuk mengamankan, namun turun langsung membagikan roti dan air mineral kepada para Ojol sebagai pejuang aspirasi yang tidak pernah berhenti bergerak. Harapannya semoga sebuah keperdulian dapat menguatkan banyak langkah," kata AKP Andre. 


"Gerakan berbagi ini kami sebut dengan 'Ojol datang membawa harapan, Polisi hadir membawa keperdulian'. Semoga bermanfaat bagi mereka, setidaknya dapat menjaga daya tahan tubuh masa ketika berdemo," ujarnya. 


Selain itu menurut Kapolsek jebolan Akpol tahun 2013 itu, dengan berbagi seperti yang telah dilakukan ini juga mampu mempererat hubungan emosional serta humanis bersama masyarakat.


"Kami hadir ditengah masyarakat untuk menciptakan rasa aman, situasi yang damai dan kondusif. Kegiatan berbagi tidak hanya kali ini kami lakukan, karena dengan upaya ini hubungan harmonis dan persuasif antara jajaran Polsek Senen dengan masyarakat dapat terjalin," tandas AKP Andre Try Putra yang diketahui sempat melalang buana bertugas di wilayah hukum Polda Lampung, sebelum dilakukan penyegaran mutasi ke Ibu kota saat ini. (Red)

Kamis, 20 November 2025

November 20, 2025

Babak Baru Konflik Tanah PT. HIM Tulang Bawang Barat : Analisa Empiris

         

Penulis :

Ahmad Basri

Ketua : K3PP - Tubaba


Tulang Bawang Barat | Prokontra.news | - Menjelang akhir tahun 2025 ini, muncul perkembangan menarik dari kajian empiris di lapangan terkait konflik agraria antara Masyarakat Lima Keturunan Keluarga Bandar Dewa dan PT. Huma Indah Mekar (HIM). Konflik yang telah berlangsung lebih dari empat dekade ini kembali memasuki fase baru, mengubah peta perjuangan yang selama ini stagnan.


Dari Tuntutan 1.470 Hektar ke Putusan NO


Pada babak awal perjuangan di jalur peradilan, Masyarakat Lima Keturunan Keluarga Bandar Dewa menggugat tanah seluas 1.470 hektar yang berada dalam wilayah HGU No. 16 Tahun 1989, tepatnya di kawasan Pal 133–139.


Pada tahun 2021, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandar Lampung mengeluarkan putusan yang sangat menentukan yakni, Niet Vankelijk Verklaard (NO). Putusan NO ini tidak menyatakan menang atau kalah tetapi menyatakan bahwa gugatan tidak dapat diterima.


Implikasinya lebih jauh bahwa putusan NO bisa dimaknai bahwa baik Masyarakat Lima Keturunan Keluarga Bandar Dewa maupun PT. HIM sama-sama memiliki dasar hukum yang kuat sehingga hakim tidak dapat memutus pokok perkara siapa yang menang siapa yang kalah.


Karena sifatnya yang tidak menyentuh substansi sengketa, putusan NO membuka ruang bagi pihak penggugat untuk mengajukan gugatan baru, sepanjang dapat menyertakan bukti tambahan atau bukti baru.


Masuk ke PN Menggala: Gugatan 39/Pdt.G/2025/PN Mgl


Pasca putusan NO 2021, gugatan baru kembali diajukan pada 2025 melalui Pengadilan Negeri Menggala dengan nomor registrasi 39/Pdt.G/2025/PN Mgl.


Pada Rabu, 21 Oktober 2025, para pihak bersama majelis hakim PN Menggala melakukan peninjauan lapangan di titik objek sengketa di Tiyuh Bandar Dewa, Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang Barat. Penulis ikut serta hadir menyaksikan proses ini, yang menunjukkan bahwa perkara telah bergerak serius ke tahap pembuktian lapangan.


Perubahan Strategi: Dari Masyarakat Lima Keturunan Keluarga Bandar Dewa ke Keturunan Hi. Madroes


Perubahan signifikan muncul dalam gugatan tahun 2025 ini. Penggugat tidak lagi mengatasnamakan Masyarakat Lima Keturunan Keluarga Bandar Dewa, melainkan fokus pada keturunan Hi. Madroes (keturunan ke-3), dengan tuntutan tanah yang dipersempit menjadi 294 hektar.


Meski demikian, pendekatan argumentasi tetap sama dengan gugatan 1.470 hektar sebelumnya yakni klaim historis kepemilikan sejak era Hindia Belanda, yang diyakini diwariskan kepada keturunan Hi. Madroes.


Perubahan cakupan gugatan ini mengundang pertanyaan strategis:


Mengapa tidak lagi memakai nama besar Masyarakat Lima Keturunan Keluarga Bandar Dewa ?


Apakah ini koreksi strategi hukum setelah puluhan tahun perjuangan tidak membuahkan hasil signifikan ?


Ataukah ini bagian dari langkah bertahap mulai dari klaim yang paling kuat dan paling mudah dibuktikan di lapangan ?


Jika benar demikian, maka gugatan 294 hektar bisa dianggap sebagai manuver taktis politik hukum yang lebih realistis, terukur, dan memiliki peluang kemenangan lebih besar dari perjuangan sebelumnya.


Potensi Yurisprudensi Baru


Jika pada akhirnya PN Menggala mengabulkan gugatan keturunan Hi. Madroes atas lahan 294 hektar tersebut, maka keputusan tersebut bisa menjadi:


Sebagai yurisprudensi penting, landasan pembuktian yang menguatkan klaim historis masyarakat adat, serta pintu masuk bagi gugatan-gugatan berikutnya yang diajukan oleh keturunan lain dari Masyarakat Lima Keturunan Keluarga Bandar Dewa atas bagian lain dari total klaim 1.470 hektar.


Karena letak objeknya sama dan berada dalam satu hamparan tanah yang diklaim sejak awal, dan kemenangan 294 hektar berpotensi menjadi preseden kuat yang dapat menggoyahkan posisi hukum PT. HIM ke depan atau menjadi konflik baru. (Red)

Rabu, 19 November 2025

November 19, 2025

Semua Akan Pergi - Tak Ada yang Peduli - Selamatkan Diri Masing Masing



Penulis :

Ahmad Basri

Ketua : K3PP Tubaba 


Tulang Bawang Barat | Prokontra.news| - Resiko dalam dunia kekuasaan, persahabatan sering tampak sangat akrab. Para pejabat publik terlihat kompak, pergi bersama, makan bersama, rapat bersama, tertawa bersama. Dari luar suasana itu tampak seperti keluarga besar yang saling mengasihi. 


Siapapun yang mengamati dari dekat tahu bahwa kemesraan itu sering tidak lebih dari fatamorgana penuh kamuflase. Indah dilihat dari jauh tetapi lenyap ketika mencoba menyentuhnya dari dekat. Ternyata rapuh dari dalam.


Kemesraan para pejabat biasanya hanya bertahan selama semuanya satu garis kepentingan. Loyalitas mengalir selama tidak ada risiko. Semua berubah drastis begitu salah satu dari mereka tersandung kasus - korupsi.


Saat itulah topeng-topeng kekompakan beterbangan. Mereka yang dulu paling keras tertawa bersama, tiba-tiba menjadi yang paling cepat menghilang. Ini bukan fenomena baru.


Dalam banyak kasus seorang pejabat yang terseret persoalan hukum sering dibiarkan berjuang sendiri. Tidak ada pendampingan moral, tidak ada dukungan terbuka, bahkan sekadar kunjungan pun menjadi sesuatu yang dihindari.


Betapa rapuhnya solidaritas dalam kultur kekuasaan. Bukan nilai bukan kepercayaan yang menjadi perekat tetapi kepentingan. Saat kepentingan itu retak hubungan pun ikut hancur.


Para pejabat lebih sering disatukan oleh posisi dan kebutuhan politik daripada oleh etika. Mereka berkumpul karena sama-sama sedang di puncak kepentingan. Ketika salah satu jatuh yang lain memilih menyelamatkan diri masing-masing.


Publik sering terkecoh oleh citra keakraban pejabat. Foto-foto kebersamaan, gelak tawa di ruang rapat, rombongan perjalanan dinas, hingga jargon-jargon persaudaraan membuat kita percaya bahwa mereka adalah kelompok yang solid.


Pada akhirnya pelajaran yang tampak sederhana ini menyimpan makna mendalam. Kekuasaan adalah tempat yang ramai di permukaan tetapi sangat sepi ketika badai datang.


Tulisan ini bukan untuk menertawakan mereka yang jatuh tetapi untuk mengingatkan publik agar tidak mudah percaya pada citra-citra keakraban para pejabat. Banyak dari mereka hanya bersama ketika terang bukan ketika gelap. (Red)

Sabtu, 15 November 2025

November 15, 2025

Miskin Logika

       

Penulis :

Ahmad Basri

Ketua : K3PP Tubaba

Tulang Bawang Barat | Prokontra.news | - Ijazah Jokowi akhirnya berkembang menjadi salah satu isu kontroversi paling panjang di ranah publik. Kontroversi penuh drama. Padahal sederhana hanya diminta menunjukkan ijazah asli secara terbuka.Tidak lebih.


Kini alur logika berubah menjadi rumit ditambah sikap reaksioner para pendukungnya serta langkah politik hukum yang justru menambah kecurigaan keaslian ijazah.


Terlihat dari diskusi baik di televisi, forum resmi, maupun media sosial, para “pemuja"  Jokowi terbukti miskin data argumen. Termasuk (oknum) mantan Jenderal.


Mereka semua bertahan dengan argumen ngotot, mata melotot, dan emosional bukan fakta. Itulah yang mereka peragakan setiap mengupas ijazah Jokowi. 


Ketika publik meminta bukti yang muncul justru serangan balik terhadap pihak yang bertanya bahwa pertanyaan itu bentuk penghinaan. Pendekatan tersebut menunjukkan yang bekerja bukan logika. 


Sebuah pembelaan kosong yang tidak mampu menjawab pertanyaan mendasar. Jika ijazah Jokowi asli mengapa tidak ditunjukkan saja ke publik ? Bagi publik sangat sederhana tunjukkan ijazah aslinya. Masalah selesai.


Bukan justru membangun  argumen “ngawur" bahwa publik tidak berhak meminta Jokowi menunjukan ijazah. Alih-alih menjawab dengan transparansi justru berlindung di balik penegak hukum dengan pelaporan kepolisian.


Mengapa harus menggunakan instrumen hukum untuk membungkam pertanyaan? Dan penegak hukum kepolisian terkesan menjadi bagian tim pembelaan Jokowi. Mengatakan ijazah Jokowi sah. Meminjam pendapat Susno Duadji (Mantan Kabareskrim Polri) sejak kapan kepolisian menjadi hakim?


Harus diingat bahwa dalam negara demokrasi pertanyaan terhadap pejabat publik atau mantan adalah bagian dari hak warga negara bukan tindakan kriminal atau kejahatan. Disitulah kemiskinan logika itu tercipta.


Bangsa yang sehat memerlukan logika yang sehat. Dan logika yang sehat selalu berpihak pada keterbukaan informasi. Dan kebenaran tidak butuh aparat untuk membungkam suara publik. (Red)

November 15, 2025

Meluruskan Penjungkir-balikan Akal Sehat Ahli Dalam Kasus Ijasah Jokowi

           

TAJUK RENCANA

Oleh: *Hartanto Boechori*

Ketua Umum PJI (Persatuan Jurnalis Indonesia)

Praktisi pembelaan non-litigasi masyarakat kecil


*Pendahuluan: Ketika Hukum Dikaburkan oleh Pendapat Ahli*


Permasalahan seputar ijazah Presiden Joko Widodo kembali menjadi bola liar. Yang saya herankan bukan tuduhan itu, melainkan bagaimana sejumlah pihak termasuk sebagian ahli hukum menyampaikan pendapat yang justru, menurut logika saya, menjungkir-balikkan logika hukum paling dasar.


Ada yang bilang: “Kasus Roy Suryo Cs Belum Layak Disidang, Pembuktian Ijazah Jokowi Harus Didahulukan”. “Polisi tak bisa memproses Roy Suryo CS sebelum keaslian ijazah Jokowi dibuktikan di pengadilan”. Ada juga yang menyatakan: “Yang berwenang memutus keaslian ijazah adalah PTUN”. 


Saya tegaskan, dalil “ijazah yang dituduh palsu harus dibuktikan dulu di Pengadilan dalam kasus fitnah atau pencemaran nama baik”, adalah kekeliruan Hukum paling dasar. Dalam logika Hukum pidana, objek yang dipalsukan tidak harus dibuktikan keasliannya dulu melalui putusan Pengadilan.

Bukti keaslian cukup melalui dokumen otentik, keterangan institusi penerbit (misalnya UGM), ahli grafologi atau dokumen negara, Saksi dan rekonstruksi administratif.


Sepemahaman saya, tidak ada satu pun pasal KUHP, KUHAP, atau UU Administrasi Pemerintahan yang mensyaratkan “keaslian suatu barang harus diputuskan hakim perdata/administrasi dulu sebelum pidana berjalan”.  Teori bahwa pidana tidak boleh jalan sebelum ada putusan lain adalah bid’ah hukum yang tidak dikenal dalam ilmu pidana maupun praktik peradilan kita.


Kalau logika itu dipaksakan, polisi akan lumpuh. Sebab setiap pelaku penipuan, pemalsuan, ujaran fitnah, atau pencemaran cukup berkata: “Tunggu dulu, buktikan keaslian objeknya melalui putusan perdata/administrasi!”


Saya awam hukum, tetapi puluhan tahun berkecimpung dalam pembelaan masyarakat tertindas secara non-litigasi. Pemahaman Hukum saya, pendapat-pendapat itu tidak hanya keliru, namun lebih parah, menyesatkan dan berbahaya bagi akal sehat Bangsa.


Terus terang, saya muak dengan berbagai argumen yang sengaja dibesarkan oleh sebagian media mainstream dan media sosial. Pendapat saya, banyak pendapat “Ahli” yang sesat pikir. Menjungkir-balikkan akal sehat. Para Ahli yang sebelumnya saya hargai dan hormati. Entah kepentingan atau permasalahan apa yang menjadikan pola berpikirnya jadi melenceng, bahkan terbalik!?


*1. Siapa yang berwenang menyatakan ijazah asli/palsu?*


Secara hukum, institusi penerbit. Dalam kasus ini, UGM dan sekolah terkait, Ahli forensik dokumen, jika terdapat sengketa pidana dan Pengadilan Pidana atau Perdata, jika perkara masuk ke persidangan.

Namun harus dipahami, Pengadilan tidak menciptakan kebenaran, ia hanya mengukuhkan apa yang dibuktikan. Maka, jika UGM sudah menyatakan ijazah itu asli, secara hukum, ya selesai. Pengadilan tidak menggantikan kewenangan kampus.


*2. Beban pembuktian*


Dalam hukum pidana, terutama pencemaran nama baik, fitnah dan penistaan, berlaku prinsip, “Siapa yang menuduh, dia yang wajib membuktikan”. Korban/tertuduh tidak wajib membuktikan dirinya tidak bersalah. Korban tidak wajib menunjukkan ijazah kepada penuduh. Korban tidak wajib menjawab fitnah.


Logika sebagian “Ahli” yang meminta korban tuduhan agar menunjukkan ijazahnya, bahkan terkesan agar membuktikan keasliannya, justru bertentangan 180 derajat dengan KUHP. Maaf beribu maaf, sekali lagi, menurut saya, itu menunjukkan pola berpikir “lucu”. Sebenarnya saya ingin katakan, berpola berpikir “bodoh”, namun saya khawatir terlalu vulgar. 


Dalam perjalanan hidup saya temui, relatif banyak akademisi yang sudah pasti tidak bodoh, namun pola berpikirnya, “bodoh”. Sama seperti teroris atau radikalis, mereka relatif bukan orang bodoh, namun pola pikirnya yang “bodoh” atau mereka terjebak oleh pembodohan orang lain. Banyak juga akademisi yang terjebak dalam pola pikir bodoh hingga mereka menjadi radikal. 


*3. PTUN bukan Pengadilan untuk menentukan keaslian ijazah*


Ini salah satu bagian paling fatal dari pendapat para “Ahli”. Pahami, PTUN hanya menangani sengketa Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) adalah tindakan administrasi Pejabat Pemerintahan dan Keputusan administratif yang bisa dibatalkan


Pertanyaan penting, “ apakah ijazah UGM adalah KTUN ?, apakah UGM Pejabat Pemerintahan dalam fungsi administrasi Negara? Jawabannya jelas, tidak!

Ijazah adalah dokumen pendidikan akademik, bukan keputusan administrasi pemerintahan. Meminta PTUN memutus keaslian ijazah, sama absurdnya seperti membuktikan keaslian akta lahir di Pengadilan Niaga, menanyakan keaslian SIM di Pengadilan Agama atau menguji KTP di Mahkamah Konstitusi. Maaf, ngawur! Salah kamar / salah logika hukum.


*4. Apakah pemidanaan Roy Suryo CS bisa dilanjutkan?*


Ya! Bahkan, harus!, karena unsur pidananya adalah menuduh seseorang melakukan sesuatu tanpa dasar yang dibuktikan penuduhnya, dan dengan maksud menyerang kehormatan. 


Dalam kasus ini, penuduh harus membuktikan tuduhannya. Bila tidak mampu, itulah fitnah! 


Sekurangnya, Roy Suryo CS harus membuktikan secara hukum, bahwa alat bukti yang dipunyainya, asli atau sah. Penyidik tidak wajib membuktikan ijazah korban. Justru jika penyidik menunggu keaslian ijazah dibuktikan dulu, artinya Penyidiklah menerapkan “pembodohan Hukum”. Penyidik sedang salah menerapkan hukum, mengaburkan asas beban pembuktian, serta membiarkan fitnah berkembang tanpa batas. Negara hukum tidak boleh tunduk pada logika Hukum yang kacau.


*5. Sikap Hukum Penyidik seharusnya*


Penyidik wajib menerima laporan fitnah/pencemaran nama baik dan meminta penuduh menunjukkan bukti bahwa ijazah palsu. Bila penuduh tidak mampu membuktikan, maka jelas unsur pasal terpenuhi. Penetapan Tersangka kepada Roy CS, menurut saya, sangat pantas dan benar benar benar. Seyogyanya Penyidik melakukan penahanan agar Tersangka tidak terus mengulangi perbuatannya (terus menyebar fitnah/pencemaran nama baik), serta mencegah potensi melarikan diri, dan selanjutnya melimpahkan berkas ke Kejaksaan.


*7. Apakah Penyidik wajib memeriksa ijazah Jokowi?*


Pendapat saya, tidak! Yang wajib diperiksa adalah “bukti penuduh”, bukan dokumen korban yang dituduh. Ini standar Hukum Internasional dan Nasional.


*8. Saatnya Meluruskan Logika Hukum*

Sebagai Ketua Umum PJI dan  pembelaan non-litigasi masyarakat tertindas, saya merasa perlu menyampaikan bahwa:

1. Logika hukum harus lurus. Tidak boleh dijungkir-balikkan. 

✓2. Beban pembuktian ada pada penuduh. Bukan yang dituduh.

✓3. PTUN sama sekali tidak relevan dalam isu keaslian ijazah.

✓4. Penyidik wajib memproses dugaan fitnah tanpa menunggu penetapan apa pun dari pengadilan.

✓5. Logika yang benar, ijazah paling otoritatif diverifikasi oleh lembaganya, bukan oleh pengadilan.


Saya tetap mengakui bahwa saya bukan Sarjana Hukum. Saya hanyalah orang awam yang bertahun-tahun belajar hukum secara autodidak dan mengadvokasi masyarakat kecil. Jika ada akademisi Hukum yang ingin mengoreksi pendapat saya, saya sangat terbuka. Tapi koreksi itu harus berbasis Hukum formal, Asas Hukum, Logika sehat, tidak menabrak kompetensi absolut peradilan dan tidak membalikkan beban pembuktian. 


Pemidanaan terhadap penyebar fitnah bukan sekadar penegakan hukum.

Itu adalah peneguhan bahwa negara ini tidak bisa digoyang oleh kebisingan politik tanpa dasar.


Bagaimana jadinya Negara ini jika setiap pejabat yang tidak disukai bisa dituduh ijazahnya dan berbagai berkas lainnya, palsu, lalu diwajibkan membuktikan keasliannya di pengadilan sampai inkracht dulu? Pejabat akan “habis” bukan karena kasus korupsi, tetapi karena fitnah. Sama dengan kita membuka pintu era baru, “ satu hoaks dapat menjatuhkan negara ”. Hukum tidak boleh dipermainkan sedemikian murahnya. (Red)

Sabtu, 27 September 2025

September 27, 2025

DPP- JMI Jalin Kerjasama Dengan BNSP Guna Tingkatkan Profesional Jurnalis


Jakarta | Prokontra.news | – Sebagai wujud nyata keseriusan dalam peningkatan Mutu dan SDM Anggota untuk menuju Wartawan yang Profesional dan mumpuni, Dewan Pimpinan Pusat Jurnalis Maestro Indonesia (DPP JMI) Sambangi Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP ), pada Kamis, (25/09/2025).

Dalam kunjungan diterima oleh salah satu anggota Komisioner BNSP Muhamad Nur Hayid DPP JMI yang hadir Yudi Hutriwinata selaku Ketua Umum, Risman selaku Wakil Ketua Umum, Afri Mando Hasan Saini selaku Sekretaris Jendral, Mulyadi selaku Bendahara Umum, Fitra Liana Suri selaku Wakil Bendahara Umum.

“Dalam pemaparan nya Yudi menyampaikan bahwa DPP JMI Mengunjungi BNSP Sebagai wujud Taat dan Patuh dalam AD / ART JMI tentang peningkatan Mutu dan SDM Wartawan. “Kami DPP JMI mempunyai komitmen dan kewajiban yang di atur dalam AD / ART JMI untuk Pendidikan jurnalis / peningkatan Mutu SDM Anggota Jurnalis / Wartawan sehingga kami melakukan koordinasi ke BNSP selaku Lembaga Negara yang mempunyai tugas dan Fungsi penilaian terhadap Profesi yang ada di Indonesia ini sehingga dengan terbangun komunikasi ini kami dapat memaham peran dan fungsi BNSP dalam Profesi Jurnalistik / Pers.” ujarnya.

“DPP JMI Beberapa waktu lalu telah melakukan MoU dengan LSP Pers Indonesia sehingga untuk pelaksanaan dan penerapan Pengujian Kompetensi Jurnalis sudah dapat kami lakukan di Kantor kami sendiri dengan Penguji yang berasal dari LSP Pers Indonesia, untuk itu anggota – anggota kami akan sangat terbantu proses administrasi dan Akomodasi pelaksanaan dari Uji Kompetensi tersebut.” ungkap Yudi.

“Untuk itu kami memohon doa dan dukungan nya kepada seluruh anggota JMI Khusus nya, umumnya kepada seluruh insan Pers yang ada di daerah agar proses dan target kami dapat tercapai sehingga dapat melahirkan Wartawan - wartawan atau Insan Pers yang Profesional dan betul-betul memahami tentang Kaidah-kaidah jurnalistik sesuai dengan UU 40 tahun 1999 tentang Pers.” tutupnya.

Sementara itu dalam sambutannya Muhamad Nur Hafid, menyampaikan apresiasi dan support kepada Rekan - rekan DPP JMI dalam pelaksanaan program peningkatan mutu anggota.

“Kami mengapresiasi dan kami mensuport rekan - rekan dari DPP JMI untuk meningkatkan SDM yang berkualitas anggota Wartawan / Jurnalis sehingga dapat menghasilkan Jurnalis yang professional dan kompeten.” tandas Hayid. (Red)


Sabtu, 23 Agustus 2025

Agustus 23, 2025

DPP Jurnalis Maestro Indonesia Kecam Keras Aksi Kekerasan Terhadap Jurnalis di Banten



Jakarta | Prokontra.news | – Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Jurnalis Maestro Indonesia menyampaikan kecaman keras terhadap aksi kekerasan berupa pengeroyokan yang menimpa salah seorang jurnalis di Provinsi Banten. Tindakan brutal tersebut dinilai sebagai bentuk nyata dari upaya pembungkaman kebebasan pers yang tidak dapat ditoleransi.

Ketua Umum (Ketum) DPP Jurnalis Maestro Indonesia, Yudi Hutriwinata,S.Kom., menegaskan bahwa kekerasan terhadap jurnalis adalah pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia serta kebebasan pers yang telah dijamin dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

“ Kami mengutuk keras aksi pengeroyokan ini. Jurnalis dalam menjalankan tugasnya dilindungi undang-undang. Apa yang dialami rekan kami di Banten merupakan serangan terhadap demokrasi, dan kami mendesak aparat penegak hukum agar segera menangkap dan memproses para pelaku sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” ujar Yudi, kepada Wartawan, pada Sabtu (23/082025).

DPP Jurnalis Maestro Indonesia juga mengingatkan semua pihak bahwa profesi wartawan adalah pilar keempat demokrasi yang berperan penting dalam menyampaikan informasi kepada publik. Setiap upaya intimidasi, ancaman, maupun kekerasan fisik terhadap jurnalis adalah ancaman langsung bagi kebebasan pers di Indonesia.

Selain mendesak aparat untuk bertindak cepat, DPP Jurnalis Maestro Indonesia turut meminta Dewan Pers, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), dan lembaga terkait untuk turun tangan memastikan kasus ini diusut tuntas, serta memberikan perlindungan hukum dan psikologis bagi korban.

“Kami berdiri tegak bersama seluruh jurnalis Indonesia. Kami tidak akan tinggal diam terhadap setiap tindakan yang melecehkan martabat profesi wartawan. Kekerasan terhadap jurnalis harus dihentikan!” tegas Yudi.

DPP Jurnalis Maestro Indonesia menegaskan komitmennya untuk terus mengawal kasus ini hingga para pelaku dihukum seadil-adilnya, serta memastikan kebebasan pers tetap terjaga demi tegaknya demokrasi di tanah air. (Red)